Kamis 28 Mar 2019 06:38 WIB

UU ITE untuk Penghasut Golput Tergantung Fakta Hukum

UU Pemilu juga telah mengatur pindana dan denda bagi orang yang ajak golput.

Karopenmas Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Dedi Prasetyo (tengah)
Foto: Republika TV/Wisnu Aji Prasetiyo
Karopenmas Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Dedi Prasetyo (tengah)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Polri menyatakan penggunaan Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) untuk penghasut orang tidak memilih atau  golongan putih (golput) perlu dilihat fakta hukumnya terlebih dulu. Artinya, fakta hukum harus menunjukkan pelanggaran UU ITE memang terjadi.

"Menggunakan sarana media elektronik ini UU ITE dapat digunakan untuk menjerat seseorang sesuai dengan perbuatan berdasarkan fakta hukum yang betul-betul peristiwa itu terjadi," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo di Gedung Mabes Polri, Jakarta, Rabu (27/3).

Baca Juga

Ia mengatakan Pasal 515 UU Pemilu juga telah mengatur pihak yang menghalangi atau menghasut seseorang untuk tidak memenuhi hak pilih dapat dipidana dan didenda. Untuk penggunaan undang-undang dalam menjerat penghasut golput, Dedi menegaskan dilihat perbuatannya dulu dan tergantung sarana yang digunakan dalam menghasut.

"Penyidik akan melihat dulu perbuatannya, fakta hukumnya, sesuai dengan alat bukti yang ditemukan. Penyidik baru habis itu menyusun konstruksi hukumnya masuk dalam KUHP-kah, UU Pemilu-kah, UU ITE-kah, itu sangat tergantung peristiwa," tutur Dedi Prasetyo.

Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto dalam rakor bidang kewaspadaan dalam rangka pemantapan pemilu, Rabu, mengatakan oknum yang mengajak masyarakat untuk tidak menggunakan hak pilihnya atau golput meresahkan masyarakat. "Yang mengajak golput itu juga mengacau, mengancam hak dan kewajiban orang lain," ucap Wiranto.

Dia mengatakan oknum yang mengajak golput dapat diancam dengan ketentuan perundang-undangan. Indonesia merupakan negara hukum sehingga setiap orang yang mengganggu ketertiban dan membuat kekacauan akan dikenakan sanksi hukuman.

"Kalau Undang-Undang Terorisme tidak bisa, undang-undang lain masih bisa. Ada Undang-undang ITE, KUHP," kata dia.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement