REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kepolisian RI menilai ajakan kepada seseorang untuk tak menggunakan hak pilihnya atau golput dalam pemilihan umum (pemilu) bisa dipidana. Juru Bicara Mabes Polri, Brigjen Dedi Prasetyo mengatakan, dasar hukum ketentuan pidana tersebut terdapat dalam Pasal 510 Undang-undang (UU) nomor 7/2017 tentang Pemilu.
Dedi menerangkan, pasal tersebut menerangkan tentang ancaman penjara paling lama dua tahun bagi seseorang yang sengaja membuat orang lain kehilangan hak pilihnya. Selain ancaman pidana, hukuman terkait itu juga denda sebesar Rp 24 juta. “Di dalam undang-undang itu (membuat orang lain kehilangan hak memilih) bisa dipidana,” terang dia di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (27/3).
Ia mengatakan, unsur pidana dalam Pasal 510 tersebut ada dua. Pertama tentang adanya usaha menghalangi, dan kedua menghasut seseorang agar tak menggunakan hak pilihnya.
“Barang siapa yang menghalangi atau menghasut seseorang untuk tidak menggunakan hak pilih, bisa dipidana dan denda juga,” sambung Dedi. Namun Dedi menjelaskan, konteks perbuatan pidana dalam ajakan golput harus diteliti.
Kata dia, kasus ajakan atau penghasutan golput, tak serta merta mengacu pada UU Pemilu. Dasar hukum lain, juga diterangkan dalam UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Namun dasar hukum penggunaan UU ITE membutuhkan unsur pidana lain. Yaitu, adanya ajakan atau hasutan golput yang dilakukan lewat perantara media. “Jadi penyidik yang akan menentukan bagaimana dasar hukumnya, dan apa sarananya,” sambung dia.
Ancaman pidana bagi penganjur golput sebetulnya masalah musiman dalam lima tahun sekali. Setiap pemilu seruan golput memang merebak. Tahun ini, eruan golput semakin mengencang. Bahkan diperkirakan angka golput dalam Pemilu 2019 mencapai 20 persen. Pemerintah berusaha mengantisipasi seruan golput tersebut dengan ancaman.
Pada Rabu (27/3) Menteri Kordinator (Menko) Politik Hukum dan Keamanan (Polhukam) Wiranto menyampaikan ancaman itu. Kata dia, seruan atau ajakan golput bisa dijerat pidana dengan ketentuan UU yang berlaku. Peringatan tegas Wiranto tersebut, merupakan ancaman kedua yang ia serukan menjelang hari pemilihan umum pada 17 April mendatang. Sebelum mengancam para golput, Wiranto pekan lalu juga mengancam para pelaku kabar bohong, dengan pidana terorisme.