REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Politik Rocky Gerung turut berkomentar soal beberapa isu menjelang digelarnya Pemilu pada 17 April 2019 mendatang. Rocky bicara soal kisruh jutaan daftar pemilih tetap (DPT) bermasalah hingga gestur kecurigaan-kecurigaan kecurangan yang muncul dari Paslon 01.
Rocky mengatakan, wajar bila ada masyarakat yang merasa curiga pada calon presiden pejawat Joko Widodo. Menurut Rocky, kecurigaan itu muncul dari fenomena-fenomena yang ada, seperti dugaan mobilisasi Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk mendukung Jokowi.
Rocky pun mengkritik cara pemerintah merespons hal ini. "Sekarang presiden marahin rakyat, kebalik. Harusnya rakyat marahin presiden. Jadi kecurigaan (kecurangan) ini ada karena ada past events (rentetan kejadian sebelumnya)," kata Rocky di Kompleks DPR RI, Jakarta, Selasa (26/3).
Hal ini, kata Rocky, diperparah atas beberapa hal teknis bermasalah yang belum rampung misalnya soal DPT. "20 hari lagi kita ini mau terbang, tetapi orang masih ribut di kursi darurat. Jadi, memang ada kedaruratan di negeri ini karena kekurangan kejujuran," ujar dia.
Rocky pun melontarkan kritiknya untuk Bawaslu dan KPU. Menurut dia, KPU dan Bawaslu terlalu terlibat dengan urusan teknis penyelenggaraan pemilu.
Namun, menurut Rocky, penyelenggara dan pengawas pemilu itu terus menunjukkan ketidakadilan, yang berimba smada menipisnya kepercayaan masyarakat. "Seolah-olah pemilu itu cuma urusan teknis. Tapi pemilu urusan etis. Kalau saya percaya penyelenggara pemilu, mau kotak suara pakai kardus atau kertas nasi pun percaya. Tapi baja pun sekarang nggak percaya," kata Rocky Gerung.
Atas adanya fenomena dugaan kecurangan itu, menurut Rocky, wajar pula jika publik kemudian meminta adanya pemantau internasional untuk mengamati berjalannya pesta demokrasi Indonesia "Keadaan kita hari ini ada yang begembira bernyanyi untuk perubahan. Akan ada yang sedang kalah karena on going merosot. Orang yang sedang kalah akan berupaya cari selamat dengan cara yang paling busuk," ujarnya menambahkan.