REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum PPP Romahurmuziy alias Romi menjalani pemeriksaan perdana sebagai tersangka kasus jual beli jabatan di Kementerian Agama (Kemenag) pada Jumat (22/3). Seperti dalam pemeriksaan dua tersangka lainnya pada Kamis (21/3), KPK juga mengambil contoh suara Romi dalam pemeriksaan.
Kepala Biro Humas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah mengatakan, pengambilan contoh suara itu karena KPK telah mengantongi bukti adanya pembicaraan Romi terkait jual beli jabatan.
"KPK sudah memiliki bukti yang kuat sebelumnya, tentang adanya komunikasi-komunikasi atau pertemuan yang membicarakan terkait dengan misalnya, pengisian jabatan atau terkait dengan dugaan aliran dana atau hal-hal lain yang relevan," kata Febri.
Menurut Febri, contoh suara ketiga tersangka ini dilakukan untuk kepentingan penyidikan. Termasuk mencocokkan contoh suara dengan bukti yang dimiliki sebelumnya.
Romi ditangkap tangan bersama Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik Muhammad Muafaq Wirahadi dan Kepala Kantor Wilayah Kemenag Jawa Timur Haris Hasanuddin pada Jumat (15/3).
Ketiganya kemudian ditetapkan sebagai tersangka penerima dan pemberi suap. Muafaq dan Haris diduga telah menyuap Romi untuk mengurus proses lolos seleksi jabatan di Kemenag.
Sebelum pemeriksaan, Romi berjanji akan bersikap kooperatif dalam proses hukum yang menjeratnya. Anggota DPR RI Komisi XI itu ingin menjelaskan semuanya kepada penyidik KPK.
"Saya akan sangat kooperatif dan menjelaskan semua persoalan ini kepada KPK. Agar mereka (penyidik) mendapat perspektif yang terang dan tidak ada yang ditutup-tutupi dan mereka juga akan permudah untuk segera menyelesaikan pemberkasan kasus," kata Romi.
Romi kembali menegaskan dirinya tak pernah terlibat suap beli jabatan di Kemenag. Menurut dia, yang ia lakukan hanyalah menyalurkan aspirasi sebagai seorang anggota DPR dan ketua umum partai. Romi justru mengaku prihatin bila benar ada suap beli jabatan di Kemenag.
"Yang saya lakukan adalah meneruskan aspirasi sebagai anggota DPR, sebagai ketua umum partai pada saat itu, banyak sekali, pihak-pihak yang menganggap saya sebagai orang yang bisa menyampaikan aspirasi tersebut kepada pihak-pihak yang memang memiliki kewenangan," kata Romi.
Romi mengatakan, bukan hanya di Kemenag dia menyampaikan aspirasi tersebut. Dia sudah biasa menyampaikan keinginan berbagai pihak di lingkungan kementerian atau lembaga lain.
"Tetapi proses seleksinya tetap mengikuti koridor," kata Romi.
Dia mencontohkan proses seleksi Haris Hasanuddin yang juga tersangka dalam kasus itu. Romi mengaku hanya menerima referensi dari sejumlah orang. Dalam proses seleksi, kata dia, tidak ada intervensi karena dilakukan oleh sebuah panitia yang sangat profesional. Mereka terdiri atas guru besar dari lingkungan universitas Islam negeri se-Indonesia.
"Sama sekali mereka tidak pernah diajak komunikasi, sama Romi saja tidak pernah. Mereka mengikuti proses seleksi profesional," kata Romi.
Soal Haris, Romi mengaku awalnya menerima aspirasi dari Kiai Asep Saifuddin Halim yang merupakan pimpinan pondok pesantren besar. Selain itu, dia juga mendapat rekomendasi dari Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa. Khofifah, kata dia, mengatakan Haris benar-benar orang yang berkualitas dan berkompeten.
"Sebagai gubernur terpilih pada waktu itu beliau mengatakan 'kalau Mas Haris saya sudah kenal kinerjanya, sehingga ke depan sinergi dengan pemprov itu lebih baik'. Nah, misalnya meneruskan aspirasi itu dosa? Terus kita ini mengetahui kondisi seseorang dari siapa? Tetapi itu tidak kemudian menghilangkan proses seleksinya," kata dia.
Sementara, mengenai uang Rp 180 juta dan 30 ribu dolar AS yang ditemukan KPK di ruang Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, Romi mengaku tidak tahu-menahu. Begitu juga keterkaitan uang Rp 180 juta dan 30 ribu dolar AS dengan kasus yang menjeratnya.
"Saya hanya melihatnya dari televisi. Saya tidak tahu," kata Romi.