Sabtu 23 Mar 2019 04:49 WIB

Tragedi Christchurch: Selembar Hijab Selaksa Makna

Aksi ini diberi tajuk New Zealand National Hijab Day.

Hari solidaritas hijab di Dunedin, Selandia Baru untuk membuat muslimah nyaman usai penembakan di masjid Christchurch, Kamis (21/3).
Foto: RNZ/Tess Brunton
Hari solidaritas hijab di Dunedin, Selandia Baru untuk membuat muslimah nyaman usai penembakan di masjid Christchurch, Kamis (21/3).

Oleh: Uttiek M Panji Astuti, Traveler dan Penulis Buku

Oleh: New Zealand woman will be wearing hijab this Friday to show solidarity with muslim women in the wake of the Christchurch shootings.

Ajakan melalui sosial media ini viral. Hari ini, Jumat (22/3), perempuan seluruh dunia diajak mengenakan hijab dan mengunggah fotonya untuk menunjukkan solidaritas dan duka atas peristiwa terorisme di New Zealand.

Aksi ini diberi tajuk New Zealand National Hijab Day. Perdana Menteri Jacinda Ardern telah memulainya dengan mengenakan kerudung hitam saat bertemu keluarga para syuhada.

Tak perlu diperdebatkan bahwa mereka yang bukan muslim tak berkewajiban berhijab. Mereka hanya ingin menjukkan simpati dan dukungan.

Hijab adalah pembeda. Selembar kain ini memiliki selaksa makna. Salah satunya, supaya perempuan muslim lebih mudah dikenali.

Kebetulan sekali, berbarengan dengan ajakan di media sosial itu, saya menerima DM yang menanyakan bagaimana mengenali muslimah dari negara lain berdasar kekhasan hijab yang dikenakan?

Pertanyaan ini menarik. Sebab, sekalipun sama-sama berhijab, namun memang ada ciri yang bisa menunjukkan ia berasal dari negara mana.

Seperti perempuan Saudi dan negara-negara Uni Emirat Arab, contohnya. Meski sama-sama membalut tubuhnya dengan niqab yang rapat. Namun, kalau diperhatikan kerudung perempuan Saudi lebih “sederhana” hiasannya.

Perempuan Turki mudah dikenali dengan kerudungnya yang disebut Yazma. Ini adalah kerudung persegi empat dengan motif indah dan pinggiran berenda.

Di Grand Bazaar Istanbul, harga Yazma relatif murah. Mulai 12 TL (tidak sampai Rp50.000) sampai ratusan TL. Tergantung kualitas bahan.

Yazma sering dijadikan oleh-oleh dari Turki. Karena ragam pilihan motifnya benar-benar bagus.

Bahkan, salah satu brand hijab terbesar di Indonesia konon juga memproduksi kerudungnya di Turki. Karena kualitas bahan, motif, dan harganya yang relatif murah.

Sama-sama dari Afrika, namun perempuan dari Afrika Utara: Maroko, Tunisia, Aljazair mengenakan kerudung yang sangat berbeda dengan perempuan Afrika Sub Sahara, seperti Ethiopia, Sudan, Somalia, Mali, Nigeria.

Perempuan Afrika Utara umumnya memakai djellaba. Semacam gamis panjang dengan hoodie di belakang kepala yang dipadankan dengan kerudung polos tanpa corak atau kalaupun bercorak, motifnya kecil-kecil.

Bordiran yang ada di bagian depan djellaba bisa menunjukkan harganya. Makin rumit bordirannya, semakin mahal harganya. Umumnya djellaba berwarna kuning gading atau cokelat.

Sedang perempuan Afrika Sub Sahara umumnya mengenakan pakaian berwarna-warni. Tak jarang dengan motif bunga-bunga yang sangat besar. Kerudung yang dikenakan biasanya terbuat dari kain tebal dan agak kasar. Ada juga satu-dua yang mengenakan turban tinggi di atas kepala.

Sister dari Eropa umumnya memakai kerudung panjang yang dililit sederhana. Namun, dengan kualitas bahan yang sangat bagus.

Perempuan Indonesia mudah dikenali dengan kerudungnya yang bercorak warna-warni. Beberapa waktu lalu malah kerudung yang dililit rumit dengan hiasan segala rupa di kepala menjadi tren. Meski kini tidak lagi. Kerudung syar’i mulai mendominasi.

Yang menarik, sewaktu ke Palestine tahun 2012, saya melihat hijab ala Tanah Abang banyak dipakai perempuan di sana. Saya sempat membatin, ini benar diekspor dari Indonesia atau Indonesia dan Palestine sama-sama mengimpor dari Cina?

Data dari Kementerian Perdagangan menunjukkan, sekitar 80 persen produk fashion muslim dijual untuk pasar domestik, 20 persen sisanya diekspor.

Sementara data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, jumlah perusahaan yang bergerak di bidang fashion muslim mencapai 1.107.955 unit dengan rincian 10 persen perusahaan besar, 20 persen perusahaan menengah, dan 70 persen pengusaha kecil.

Reuters bekerja sama dengan DinarStandard menyebutkan, konsumen Muslim menghabiskan 44 miliar USD untuk kebutuhan fashion Muslim.

Konsumsi fashion Muslim dunia menurut Global Islamic Economic Report angka tertinggi dipegang Turki 24,84 miliar USD, UEA 18,24 miliar USD, Nigeria 14, 99 miliar USD, Saudi 14.73 miliar USD, dan Indonesia 12, 69 miliar USD.

Sedangkan Forbes mengeluarkan analisa, angka belanja fashion Muslim diprediksi akan mencapai 268 miliar USD di tahun 2021. Atau meningkat 51 persen dari tahun 2015.

Tak hanya angka belanjanya. Google juga merilis data yang menarik atas kebutuhan informasi seputar fashion hijab di Indonesia.

Empat puluh delapan persen warganet mencari informasi soal fashion hijab. Sementara 32 persen mencari tutorial hijab, 13 persen mencari tren hijab saat ini, dan tujuh persen mencari style hijab.

Tentu semua sepakat, hijab bukan sekadar angka belanja fashion Muslim, ataupun tren, dan seterusnya.

Kalaupun ada data-data yang dirilis banyak lembaga, itu menunjukkan betapa kebutuhan untuk menutup aurat sudah menjadi kesadaran bersama.

Hijab adalah sebuah syariat yang sangat indah untuk melindungi kaum Hawa.

“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Ahzab: 59)

Mari kita bergandengan tangan dan tunjukkan pada dunia. Kita berdiri bersama keluarga para syuhada. Selembar hijab menyatukan kita.

Jumuah mubarak everyone!

Jakarta, 22/3/2019

Follow me on IG @uttiek.herlambang

Tulisan dan foto-foto ini telah dipublikasikan di www.uttiek.blogspot.com dan akun media sosial @uttiek_mpanjiastuti

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement