Jumat 22 Mar 2019 01:31 WIB

Pengamat Internet: Hoaks Menjadi Kebenaran dalam 2 Jam

Dalam rentang waktu itu biasanya belum ada lembaga kredibil yang mengonfirmasi.

Rep: Riza Wahyu Pratama/ Red: Teguh Firmansyah
Pemkot Bekasi kampanyekan gerakan anti hoax dengan pawai bersepeda dan jalan santai manfaatkan Car free day , Ahad (11/3).
Foto: Republika/Fergi Nadira
Pemkot Bekasi kampanyekan gerakan anti hoax dengan pawai bersepeda dan jalan santai manfaatkan Car free day , Ahad (11/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Internet Teguh Prasetya menilai, berita hoaks akan dianggap sebagai "kebenaran" dalam dua jam. Hal itu disebabkan karena dalam rentang waktu itu belum ada lembaga yang mengklarifikasi berita tersebut.

"Isu yang disebar berulang-ulang tanpa adanya konfirmasi akan dianggap benar oleh masyarakat. Dalam rentang waktu dua jam, sebuah isu bisa jadi sudah disebarkan oleh ribuan orang," kata Teguh kepada Republika.co.id, Kamis (21/3).

Oleh karena itu, menurut Teguh perlu adanya lembaga independen yang berperan mengklarifikasi hoaks. Masyarakat ikut menyebarkan hoaks karena mereka tidak mengetahui cara mengklarifikasinya.

Kemudian Ia menambahkan, kasus hoaks di Indonesia memang memprihatinkan. Memasuki tahun politik, justru kasus hoaks menjadi semakin banyak. "Survei dari Mastel mengatakan produksi hoaks meningkat di tahun politik," kata Teguh.

Selanjutnya, Teguh berharap adanya program sosialisasi dalam rangka menangkal hoaks. "Sosialisasi akan lebih efektif jika dilakukan dari lingkungan terdekat seperti keluarga atau teman," kata pria yang sekaligus merupakan Ketua Bidang Industri 4.0 Mastel (Masyarakat Telematika Indonesia).

Selain itu, dalam rangka menangkal hoaks perlu adanya penelusuran terkait sumber atau pembuatnya. Menurut Teguh, perlu adanya pembedaan antara pemebuat dan penyebar. "Kalau dicari yang nyebar ya mereka gak tahu apa-apa," ujar Teguh.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement