REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pilot Lion Air JT610 dikabarkan sempat membuka buku panduan pada menit-menit terakhir sebelum pesawat jatuh ke perairan Tanjung Karawang, Jawa Barat, pada Oktober 2018 lalu. Menurut sumber yang mengetahui isi rekaman suara kokpit dari kotak hitam pesawat, pilot diketahui bermaksud mencari tahu penyebab pesawat Boeing 737 MAX itu meluncur ke bawah.
Penyelidikan terhadap kecelakaan pesawat yang menewaskan 189 orang itu telah mencapai babak baru ketika Federal Aviation Administration (FAA) AS dan regulator lainnya pada pekan lalu melarang terbang Boeing 737 MAX setelah mengalami kecelakaan kedua di Etiopia. Dilansir Reuters pada Kamis (21/3), penyelidik yang memeriksa kecelakaan di Indonesia sedang mempertimbangkan cara sebuah komputer mampu memerintahkan pesawat untuk meluncur ke bawah sebagai respons terhadap data dari sensor yang salah.
Penyelidik juga sedang mencari tahu apakah pilot memiliki cukup pelatihan untuk menanggapi keadaan darurat dengan tepat. Seorang juru bicara Lion Air mengatakan, semua data dan informasi telah diberikan kepada penyelidik dan menolak berkomentar lebih lanjut.
Masalah pengendalian penerbangan
Dalam laporan awal pada November 2018, kapten Lion Air JT610 disebut memegang kendali pesawat sementara pilot mengurus saluran komunikasi. Pilot melaporkan adanya masalah kontrol penerbangan kepada petugas dua menit setelah lepas landas dari Bandara Soekarno-Hatta. Mereka bermaksud mempertahankan ketinggian di atas 5.000 kaki.
Pilot tidak merinci masalah itu, namun salah satu sumber mengatakan kepada Reuters bahwa masalah kecepatan di udara disebutkan pada rekaman suara kokpit. Sementara sumber kedua mengatakan indikator menunjukkan adanya masalah pada layar kapten dan bukan pada layar pilot.
Kapten meminta pilot untuk memeriksa buku panduan yang berisi daftar periksa untuk kejadian abnormal. Selama sembilan menit berikutnya, jet itu memperingatkan pilot bahwa pesawat tidak bisa mempertahankan ketinggian dan sebagai respons maka hidung pesawat diturunkan.
Sang kapten berusaha keras untuk menaikkan ketinggian, tetapi komputer yang masih keliru mencerna informasi kondisi bahwa pesawat tengah kehilangan daya angkat (stall) malah terus menekan hidung pesawat menggunakan sistem trim pesawat. Biasanya, trim menyesuaikan kontrol permukaan pesawat untuk memastikannya terbang lurus dan datar.
"Mereka tampaknya tidak tahu trim bergerak turun," kata sumber ketiga. “Mereka hanya memikirkan kecepatan udara dan ketinggian. Itulah satu-satunya yang mereka bicarakan," ungkap dia.
Perubahan dibuat
Badan investigasi kecelakaan udara Prancis BEA mengatakan pada hari Selasa, perekam data penerbangan dalam kecelakaan Ethiopia yang menewaskan 157 orang menunjukkan "kesamaan yang jelas" dengan bencana Lion Air.
Sejak kecelakaan Lion Air, Boeing telah mengupayakan peningkatan perangkat lunak untuk mengubah seberapa banyak otoritas yang diberikan kepada Sistem Augmentasi Karakteristik Manuver atau MCAS. Sistem ini adalah sistem anti-stall baru yang dikembangkan untuk 737 MAX.
Maskapai penerbangan memiliki keleluasaan untuk menyesuaikan manual. Penyebab kecelakaan Lion Air belum ditentukan, tetapi laporan pendahuluan menyebutkan sistem Boeing yang salah, sensor yang baru saja diganti dan pemeliharaan serta pelatihan maskapai.
Pada pesawat yang sama malam sebelum kecelakaan, seorang kapten di grup maskapai penerbangan Lion Air, Batik Air, ikut penerbangan bersama di kokpit dan menyelesaikan masalah kontrol penerbangan yang sama. Kehadirannya di penerbangan itu, pertama kali dilaporkan oleh Bloomberg, tidak diungkapkan dalam laporan awal.
Laporan itu juga tidak termasuk data dari perekam suara kokpit, yang belum ditemukan dari dasar lautan sampai Januari. Soerjanto Tjahjono, Kepala KNKT, mengatakan pada pekan lalu bahwa laporan itu dapat dirilis pada Juli atau Agustus ketika pihak berwenang berusaha untuk mempercepat penyelidikan setelah jatuhnya pesawat di Etiopia.