REPUBLIKA.CO.ID, oleh Sapto Andika Candra, Muhyiddin, Nugroho Habibi, Rizkyan Adiyudha, Riza Wahyu Pratama
Litbang Kompas baru saja merilis hasil survei terbaru terkait Pilpres 2019. Hasilnya, pasangan Jokowi-Maruf memiliki elektabilitas 49,2 persen. Angka itu turun 3,4 persen dari survei sebelumnya di mana elektabilitas paslon 01 sebesar 52,6 persen.
Di sisi lain, elektabilitas Prabowo-Sandi naik 4,7 persen. Saat ini, Prabowo-Sandi memiliki elektabilitas 37,4 persen, dari sebelumnya 32,7 persen. Selisih elektabilitas antara dua paslon saat ini adalah 11,8 persen.
Selanjutnya, Litbang Kompas juga merilis persentase pemilih yang belum menentukan pilihan. Jumlah pemilih yang belum menentukan pilihan pada survei sebelumnya 14,7 persen. Dalam survei terbaru, jumlah mereka turun menjadi 13,4 persen.
Survei Litbang Kompas dilakukan sejak 22 Februari hingga 5 Maret 2019 dengan melibatkan 2.000 responden menggunakan metode pencuplikan sistematis bertingkat di 34 provinsi Indonesia. Adapun, tingkat kepercayaan survei tersebut diklaim mencapai 95 persen dengan margin of error survei ini plus-minus 2,2 persen.
Jokowi menanggapi santai hasil survei Litbang Kompas itu. Menurut dia, hasil survei yang menyebut bahwa elektabilitasnya merosot tersebut justru bisa mendorong para relawan dan mesin partai untuk bekerja lebih militan.
Ia menyebutkan, di sisa waktu satu bulan menjelang pilpres ini Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Maruf lebih banyak bekerja di akar rumput untuk merebut suara rakyat bawah. Jokowi menilai hasil survei menjadi peringatan bagi kader untuk menggenjot kampanye.
"Survei ini banyak sekali, mungkin ada lebih dari 10. Semuanya kita pakai untuk evaluasi, untuk koreksi. Untuk memacu bekerja lebih baik lagi. Semua survei kita lihat. Sebagai bahan koreksi, sebagai bahan evaluasi," kata Jokowi usai bertemu dengan para calon legislatif (caleg) di Sekretariat DPD PDIP DKI Jakarta, Rabu (20/3).
"Hasil (survei) yang baik justru akan melemahkan kita. Jadi tidak waspada. Hasil survei yang tidak baik atau kecil bisa mendorong memicu seluruh relawan kader untuk bekerja lebih militan lagi," kata Jokowi, menambahkan.
Jokowi juga menaruh perhatian khusus untuk DKI Jakarta yang dianggap cukup menentukan kemenangan kandidat 01. Ia meminta relawan dan kader untuk bekerja ekstra menghalau hoaks atau kabar bohong yang beredar di kalangan masyarakat. Menurutnya, apa yang terjadi di Jakarta biasanya merembet ke provinsi lain di Indonesia.
"Saya kira mengelola informasi mengelola kejadian kejadian yang ada di Jakarta saya kira sangat penting. Karena biasanya dari jakarta bisa berimbas ke provinsi lain," katanya.
Adapun, calon wakil presiden nomor urut 01, KH Maruf Amin menyarankan, mengambil jalan tengah dari banyak hasil survei. Hal ini sesuai dengan pemahaman yang kerap diajarkan Kiai Ma'ruf yaitu Wasathiyah (jalan tengah).
"Survei kan banyak kalau SMRC itu bedanya 26 (persen), itu kan 58 (persen) sana (Prabowo-Sandiaga) cuma 31 (persen) dan Kompas ya 11 (persen)," ujar Maruf saat ditanya wartawan di sela-sela sarafi politiknya ke Balikpapan, Kalimantan Timur, Rabu (20/3) malam.
"Sekarang kita ambil tengah aja, sekitar 20 (persen) kan. Jadi ada 26, 20, ada 11. Sementara ini kita ambil yang tengah saja," kata Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) ini. melanjutkan.
Kiai Maruf pun mendorong TKN dan relawan sayap pendukung pasangan nomor urut 01 untuk digerakkan lebih efektif lagi. Sehingga, bisa mendongkrak elektabilitasnya.
"TKN, TKD tentu kita dorong, tapi juga sayap-sayap itu juga, di bawah banyak sayap. Ini relawan sayap ini juga diefektifkan," ucapnya.
Wakil Direktur Saksi Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi Maruf, Lukman Edy menyebut survei internal, Jokowi-Ma'ruf Amin sudah menyentuh angka 63 persen. Sodoran angka 63 persen itu guna merespons hasil survei terbaru Litbang Kompas.
"Kepada pendukung Pak Jokowi, tetap kerja keras dan optimis, karena survei internal kita terus progresif naik hingga 63 persen, seiring dengan semakin kecilnya undecided voters," kata Lukman melalui pesan tertulis yang diterima Republika, Rabu (20/3).
Lukman berpendapat popularitas pasangan kedua calon baik Jokowi-Maruf Amin maupun Prabowo-Sandiaga Uno hampir 100 persen dikenal oleh seluruh warga Indonesia. Sehingga, lanjutnya, pemilih yang belum menentukan pilihan atau undecided voters yang berada diangka 13,4 persen akan terus menurun.
"Kami membaca hasil survei Kompas ini dengan cerdas dan cermat, semua rekomendasi yang ditampilkan pasti akan kami perhatikan, sebagai bentuk evaluasi kinerja TKN selama enam bulan ini," lanjutnya.
Menurut Juru bicara TKN Arya Sinulingga, semakin mendekati waktu pemilu akan semakin bermuculan beragam hasil survei yang kredibel maupun abal-abal. TKN mengaku tak mempersoalkannya secara serius.
"Menjelang pemilu biasa bermunculan hasil survei yang asli maupun yang 'kaleng-kaleng'. Jadi apa pun hasilnya tak terlalu mempengaruhi kami karena fakta justru menunjukkan pasangan 01 semakin jauh meninggalkan 02," kata Arya, Rabu.
Arya menyerahkan kepada masyarakat untuk menilai sendiri mana lembaga survei yang faktual mana yang 'kaleng-kaleng'. Menurutnya, masyarakat sudah cerdas dan bisa menilai. Arya mengatakan, masyarakat tentu masih ingat peristiwa yang terjadi pada Pemilu 2014.
"Kita tentu masih ingat ada lembaga survei yang memberikan hasil yang menyesatkan, sehingga ada calon presiden dan timnya yang tertipu hingga sujud syukur," kata Arya.
Terkait dengan hasil survei Litbang Kompas, menurut Arya ada anomali besar. Sebab, dia mengatakan, fakta yang diungkap mayoritas lembaga survei lain malah menunjukkan bahwa pasangan nomor urut 01 akan menang tebal pada Pilpres 2019.
Arya mengungkapkan, hasil ini bahkan diperkuat hasil survei lembaga independen internasional Roy Morgan yang menunjukkan Jokowi unggul 58 persen berbanding Prabowo yang hanya meraih 42 persen suara. Kendati, Arya mengatakan, survei Litbang Kompas tetap menegaskan keunggulan pasangan 01 atas 02 yang mencapai double digit.
Harus diwaspadai
Pengamat politik, Adi Prayitno mengatakan, survei Litbang Kompas terbaru harus diwaspadai oleh pasangan Jokowi-Maruf. "Survei Kompas itu harusnya diwaspadai oleh Jokowi. Dalam logika survei, pejawat baru dikatakan aman jika ia mengantongi 60 persen suara. Elektabilitas Jokowi dalam survei tersebut hanya 49,2 persen," kata Adi kepada Republika.
Kemudian ia menjelaskan, dalam survei itu selisih antara Jokowi dan Prabowo memang sebesar 11,8 persen. Namun, dalam satu bulan ke depan, akan ada banyak kemungkinan yang bisa terjadi.
"Selisih dalam survei Kompas sebesar 11 persen itu bisa dianggap sedikit. Soalnya selisih Jokowi dan Prabowo dalam survei yang lain biasanya mencapai 20 persen," kata Adi.
Selanjutnya, Dosen Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah itu menambahkan, dalam survei tersebut tidak dijelskan soal penyebab turunnya elektabilitas Jokowi ataupun naiknya elektabilitas Prabowo. Akan tetapi, menurut Adi setidaknya terdapat tiga kemungkinan penyebab turunnya suara Jokowi.
"Bisa saja karena serangan-serangan pejawat selama ini kontra-produktif, kinerjanya tidak berbuah manis dengan dukungan, atau karena sentimen agama," kata Adi.
Elektabilitas Jokowi dan Prabowo