Kamis 21 Mar 2019 00:06 WIB

Pernyataan Wiranto Soal Hoaks yang Dinilai Akibat Kepanikan

Wiranto menilai sebaran hoaks adalah teror yang bisa ditangani dengan UU Terorisme.

Menko Polhukam Wiranto (tengah) didampingi Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto (kiri) dan Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian memimpin rapat koordinasi kesiapan pengamanan tahapan masa rapat umum (kampanye terbuka) tahapan penghitungan suara di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Rabu (20/3/2019).
Foto: Antara/Wahyu Putro A
Menko Polhukam Wiranto (tengah) didampingi Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto (kiri) dan Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian memimpin rapat koordinasi kesiapan pengamanan tahapan masa rapat umum (kampanye terbuka) tahapan penghitungan suara di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Rabu (20/3/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Ronggo Astungkoro, Antara

Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto pada Rabu (20/3) memimpin Rakor Kesiapan Pengamanan Pemilu 2019, di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat. Rapat itu dihadiri Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, Kapolri Jenderal Tito Karnavian, Ketua KPU Arief Budiman, Ketua Bawaslu Abhan, Wakil Kepala BIN Letnan Jenderal TNI Teddy Lhaksmana Widya Kusuma, serta perwakilan lembaga dan kementerian terkait.

Baca Juga

Ada yang mengejutkan dari pernyataan Wiranto seusai rapat itu. Selain menerangkan antisipasi pengamanan pemilu, Wiranto juga menekankan soal bahaya penyebaran berita bohong atau hoaks dalam pemilu. Wiranto menilai, penyebaran hoaks merupakan tindakan teror, sehingga menurutnya, pemerintah pun bisa menerapkan UU Terorisme dalam menanggulanginya.

"Kalau masyarakat diancam dengan hoaks agar mereka takut datang ke TPS, itu sudah ancaman dan merupakan tindakan terorisme. Oleh karena itu kita gunakan UU Terorisme," tegas Wiranto, Rabu.

Hoaks yang meneror masyarakat dan menimbulkan ketakutan di masyarakat, kata dia, sama saja seperti terorisme. Ia pun meminta aparat keamanan untuk mewaspadai penyebaran hoaks dan menangkap pelaku hoaks yang menimbulkan ketakutan di masyarakat karena meneror masyakat.

"Aparat keamanan juga harus bisa mengajak masyarakat bahwa pelaksanaan pemilu berlangsung aman," ujarnya.

Mantan Panglima TNI ini menegaskan, hoaks terbilang ancaman yang baru muncul di sejumlah pemilu terakhir. Ancaman itu dinilai berbahaya juga karena bisa lebih mudah mengubah sikap masyarakat semata-mata untuk kepentingan politik.

"Kita tahu bahwa saat ini cukup marak hoaks. Kita menghadapi ancaman baru yang pada pemilu-pemilu lalu tidak ada," ujar Wiranto.

Dia menegaskan sekarang ini, ada isu seakan-akan pemilu tidak aman, pemilu akan menimbulkan kerusuhan, baik sebelum maupun sesudah. Tujuannya agar masyarakat ketakutan dan kabur ke luar negeri pada pemilu.

"Saya tegaskan jangan. Pemilu akan berjalan aman. Aparat keamanan akan memastikan pemilu akan berjalan aman. Tugas saudara (aparat) di daerah itu menjelaskan bahwa pemilu aman, mengajak masyarakat agar tidak golput, dan dijamin para pemilih ini bisa ke TPS dengan aman tanpa ada gangguan fisik atau lainnya. Pemilu adalah pesta demokrasi, bukan menciptakan konflik," tegas Wiranto.

Wiranto, menyebut, aparat keamanan yang disiagakan untuk mengamankan proses pemilu berjumlah 593.812 personel. Aparat keamanan gabungan dari TNI-Polri itu sudah siap di wilayah tugas masing-masing.

"Hasil pengecekan terakhir ke seluruh wilayah, aparat kemanan sudah siap untuk mengamankan pemilu," ungkap Wiranto.

"Kalau masyarakat diancam dengan hoaks agar mereka takut datang ke TPS, itu sudah ancaman dan merupakan tindakan terorisme. Oleh karena itu kita gunakan UU Terorisme," Menko Polhukam Wiranto.

Dinilai panik

Direktur Eksekutif lembaga Lokataru, Haris Azhar, menilai pernyataan Wiranto terkait hoaks dan terorisme merupakan pernyataan yang mengada-ada. Hal tersebut juga ia katakan menunjukkan adanya kepanikan.

"Jadi itu pernyataan ngaco, panik, dan menunjukkan ketidakcerdasan sebagai pejabat negara," tutur Haris  yang merupakan mantan aktivis Kontras tersebut saat dihubungi melalui sambungan telepon, Rabu (20/3).

Haris menjelaskan, pernyataan Wiranto bahwa pemerintah bisa menggunakan UU Terorisme dalam menangani hoaks mengada-ada karena tidak ada basis argumentasi yang jelas pada pernyataan tersebut. "Panik karena jagoannya merasa terancam oleh orang-orang yang golongan putih (golput)," terang aktivis hak asasi manusia (HAM) tersebut.

Semestinya, kata Haris, sebagai seorang menteri, Wiranto memiliki banyak sumber daya untuk menggali suatu ide atau pernyataan secara argumentatif akademik. Pernyataan itu pun seharusnya taat pada prinsip-prinsip konstitusi dan kebijakan publik.

"Tapi ini tidak kelihatan seperti itu," tuturnya.

Haris tak sependapat dengan pernyataan yang mengatakan hoaks meneror psikologis publik. Menurutnya, psikologis itu bagian dari kelengkapan manusia. Jika ada kelemahan pada manusia pada faktor psikologinya, ia mempertanyakan apakah semua itu dapat dianggap tindakan terorisme atau tidak.

"Terus bagaimana dengan psikologi korban yang diteror oleh pelaku pelanggar HAM sebagai menteri koordinator? Itu kan juga teror psikologis," jelasnya.

In Picture: Wiranto: 593.812 Personel Gabungan Siap Amankan Pemilu 

photo
Rakor Tahapan Kampanye Terbuka. Menko Polhukam Wiranto (tengah) memimpin rapat koordinasi kesiapan pengamanan tahapan masa rapat umum (kampanye terbuka), tahapan penghitungan suara di Kemenko Polhukam, Jakarta, Rabu (20/3/2019).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement