Rabu 20 Mar 2019 20:30 WIB

Haris Azhar Tanggapi Wiranto Soal Hoaks dan Terorisme

Haris menilai Wiranto menunjukkan kepanikannya.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Muhammad Hafil
Direktur Lokataru, Haris Azhar.
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Direktur Lokataru, Haris Azhar.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif lembaga Lokataru, Haris Azhar, menilai pernyataan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Wiranto, terkait hoaks dan terorisme merupakan pernyataan yang mengada-ada. Hal tersebut juga ia katakan menunjukkan adanya kepanikan.

"Jadi itu pernyataan ngaco, panik, dan menunjukkan ketidakcerdasan sebagai pejabat negara," tutur Haris yang merupakan mantan aktivis Kontras tersebut saat dihubungi melalui sambungan telepon, Rabu (20/3).

Baca Juga

Sebelumnya, Wiranto mengatakan, penyebaran hoaks merupakan bagian dari tindak terorisme karena bisa membuat masyarakat merasa ketakutan. Haris menjelaskan, pernyataan tersebut mengada-ada karena tidak ada basis argumentasi yang jelas pada pernyataan tersebut.

"Panik karena jagoannya merasa terancam oleh orang-orang yang golongan putih (golput)," terang aktivis hak asasi manusia (HAM) tersebut.

Semestinya, kata Haris, sebagai seorang menteri, Wiranto memiliki banyak sumber daya untuk menggali suatu ide atau pernyataan secara argumentatif akademik. Pernyataan itu pun seharusnya taat pada prinsip-prinsip konstitusi dan kebijakan publik. "Tapi ini tidak kelihatan seperti itu," tuturnya.

Haris tak sependapat dengan pernyataan yang mengatakan hoaks meneror psikologis publik. Menurutnya, psikologis itu bagian dari kelengkapan manusia. Jika ada kelemahan pada manusia pada faktor psikologinya, ia mempertanyakan apakah semua itu dapat dianggap tindakan terorisme atau tidak.

"Terus bagaimana dengan psikologi korban yang diteror oleh pelaku pelanggar HAM sebagai menteri koordinator? Itu kan juga teror psikologis," jelasnya.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto, menyatakan hoaks merupakan bagian dari tindakan terorisme. Karenanya, bagi penyebar hoaks, bisa diancam dijerat denga UU TerorismeMenurut Wiranto, terorisme ada dua, yakni fisik dan nonfisik.

"Hoaks ini meneror masyarakat. Terorisme itu ada yang fisik ada yang nonfisik. Tapi kan teror karena menimbulkan ketakutan," jelas Wiranto di Kemenko Polhukam, Gambir, Jakarta Pusat, Rabu (20/3).

Terorisme, sambung Wiranto, adalah suatu tindakan yang menimbulkan ketakutan di masyarakat. Jika masyarakat diancam dengan hoaks untuk tidak datang ke tempat pemungutan suara (TPS), ia menilai, hal tersebut sudah masih ke dalam pengertian terorisme.

"Kalau masyarakat diancam dengan hoaks untuk tidak ke TPS, itu sudah terorisme. Untuk itu maka kita gunakan UU Terorisme," kata dia.

Wiranto menjelaskan, saat ini keberadaan hoaks cukup marak. Menurutnya pula, hoaks merupakan ancaman baru yang sebelumnya tidak begitu marak pada pelaksanaan pemilu. Hoaks, katanya, dapat mengganggu psikologi masyarakat.

"Karena itu harus kita hadapi sebagai teror. Kita harus tindak dengan keras, dengan tegas, dengan berpatokan dengan aturan," terangnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement