REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengkritisi aturan pengurusan surat pindah memilih yang hanya bisa dilakukan hingga 30 hari sebelum pencoblosan. Dalam uji materi yang dilakukan Perludem dan beberapa perwakilan masyarakat sipil lainnya pada 5 Maret 2019 lalu, Titi berharap proses pengurusan pindah memilih bisa dilakukan sampai H-3.
"Dengan catatan pengawas harus dapat siapa aja nama yang pindah memilih. Peserta pemilu juga dapat salinannya. Sehingga nanti di TPS itu bisa terakses siapa saja yang pindah memilih," kata Titi dalam diskusi yang digelar Sekretariat Nasional (Seknas) Prabowo-Sandiaga, Menteng, Jakarta, Selasa (19/3).
Ia pun memaklumi alasan proses pindah pemilih hanya dilakukan hingga 30 hari sebelum pencoblosan tersebut lantaran KPU juga harus memastikan ketersediaan surat suara. Pasalnya surat suara cadangan hanya tersedia dua persen di masing-masing TPS.
"Tetapi implikasinya jurnalis, dokter, pasien, memangnya bisa menduga saya akan sakit pada hari ini tanggal 17 april, kan tidak. Makanya kemudian harus ada solusi dari awal, makanya ada beberapa langkah yg bisa dilakukan misalnya revisi terbatas," ujarnya.
Sementara itu Komisi Pemilihan Umum (KPU), telah resmi menghentikan layanan pindah memilih pada Ahad (17/3) lalu. Dengan demikian, saat ini KPU tidak lagi memberikan pelayanan bagi masyarakat yang ingin pindah memilih dalam Pemilu 2019.
Komisioner KPU, Viryan, mengatakan sampai saat ini masih ada masyarakat yang ingin mengurus dokumen A5 atau formulir pindah memilih. Namun, pihaknya tetap tidak bisa memberikan pelayanan kepada pemilih golongan DPTb itu.
"Masih ada pemilih yang ingin melakukan kegiatan pindah memilih. Sementara itu, KPU saat ini tidak lagi melakukan fasilitasi kegiatan pindah memilih. Kecuali, jika nantinya Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan uji materi soal pindah memilih ini," ujar Viryan ketika dihubungi, Selasa (19/3).
Sebelumnya sejumlah pihak melakukan uji materi terhadap UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 ke Mahkamah Konstitusi (MK). Uji materi ini dinilai perlu untuk menyelamatkan hak suara pada pemilih dalam Pemilu 2019.
Kuasa hukum pemohon, Denny Indrayana, mengatakan, uji materi tersebut diajukan oleh tujuh pihak pemohon. Mereka adalah Perludem; Hadar Nafis Gumay dari NetGrit; Direktur Pusako Universitas Andalas Fery Amsari; warga binaan Augus Hendy dan A Murogi Bin Sabar; serta karyawan swasta Muhamad Nurul Huda dan Sutrisno.
“Kami sudah mendaftarkan permohonan uji konstitusionalitas untuk UU Pemilu. Permohonan ini tujuan utamanya adalah menyelamatkan suara rakyat pemilih,” ujar Denny Indrayana usai mendaftarkan uji materi di Kantor MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (5/3) lalu.