REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Keragaman baik ras, etnis, agama yang dimiliki bangsa Indonesia mulai terusik dengan gejala bangkitnya primordialisme dan politik identitas yang semakin meruncing. Untuk itu, penting bagi masyarakat Indonesia untuk mengingat dan menguatkan kembali semangat persaudaraan, kebangsaan, dalam perbedaan yang dimiliki bangsa ini.
Anggota Komisi I DPR RI, Mayjen TNI (purn) Supiadin Aries Saputra mengatakan perbedaan dalam kehidupan di Indonesia ini adalah sebuah keniscayaan dan sungguh sangat luar biasa dan tidak boleh diingkari. Perbedaan yang dimiliki bangsa Indonesia ini melebihi perbedaan yang ada di negara-negara lain di belahan dunia ini.
“Sekarang bagaimana caranya supaya perbedaan itu menjadi kekuatan. Kalau dia sudah menjadi kekuatan dan kebersamaan, maka dia akan menjadi sebuah persaudaraan. Kuncinya sederhana, bagaimana kita membangun persaudaraan dari sebuah perbedaan,” ujar Mayjen TNI (Purn) Supiadin Aries Saputra di sela-sela pembukaan acara Rapat Koordinasi Pembentukan Kelompok Kerja Pandamping Sasarn Deradikalisasi wilayah DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, dan Lampung yang digelar oleh BNPT di Jakarta, Rabu (13/3).
Lebih lanjut mantan Asops Panglima TNI ini mengatakan, cara bangsa Indonesia untuk dapat menyikapi perbedaan agar kita semua bisa menjadi bersaudara yakni dengan mengambil nilai-nilai positif dari sebuah perbedaan dengan mengesampingkan hal-hal negatif dalam sebuah perbedaan atau mengesampingkan kelemahan kelemahan dalam perbedaan yang bisa menimbulkan perpecahan
“Kelemahan dalam perbedaan itu harus kita hindari, jangan itu diangkat, tapi yang diangkat adalah tentang kebersamaan dalam perbedaan itu. Karena begitu kita memulai mengangkat kelemahan dalam perbedaan, maka di situlah awal dari sebuah disintegrasi atau perpecahan. Untuk itu ambil hal-hal yang positif dalam sebuah perbedaan,” kata alumni Akmil tahun 1975 ini.
Dirinya mengatakan bahwa selama ini masyarakat seolah-olah seperti lupa dengan apa yang diperbuat para pendahulu bangsa yang mana terdiri dari berbagai suku, agama, ras bisa bersemangat untuk menyatukan bangsa ini di tengah-tengah perbedaan yang ada. Hal ini tentunya juga dipengaruhi oleh kultur maupun pengaruh keteladanan dari pimpinannya.
“Orang itu tentunya juga melihat bagaimana pemimpinnya menyikapi perbedaan ini, kadang mereka melihat ‘oh kok dia selalu menghina orang’. Nah ini yang kadang ditiru orang. Biasanya orang itu cenderung mudah meniru hal yang tidak baik, karena untuk meniru yang baik itu sulit sekali dan perlu waktu,” ujarnya.
Oleh karena itu menurutnya, faktor-faktor yang bisa menimbulkan perpecahan dalam perbedaan seperti saling menghina dan sebagainya ini harus dihindari. Selain itu teladan kepemimpinan dari tokoh-tokoh masyarakat juga harus diperhatikan dengan seksama
“Tokoh-tokoh seperti ulama, tokoh masyarakat itu harus menjadi teladan dalam membangun kebersamaan dalam perbedaan. Jangan sampai justru tokoh-tokoh di masyarakat ini menjadi ‘kompor kompor’ untuk memecah dalam sebuah perbedaan,” kata mantan Pangdam Iskandar Muda dan Pangdam IX/Udayana ini.