REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai besaran tarif Mass Rapid Transit (MRT) harus memperhatikan aspek kemampuan membayar konsumen. Bahkan, harus ada gambaran konkret, alokasi anggaran, atau belanja transportasi calon konsumen MRT, dari total pengeluaran dan pendapatannya.
“Hal ini harus diback up dengan hasil survei yang komprehensif dan meyakinkan. Tanpa memerhitungkan aspek kemampuan membayar konsumen, maka MRT Jakarta akan ditinggal konsumennya, alias tidak laku,” ujar Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi dalam keterangan tulis yang diterima Republika.co.id, Ahad (17/3).
Menurutnya, kemampuan membayar ini harus dielaborasi, siapakah mayoritas pengguna MRT? Pemprov juga harus punya data, untuk tujuan apa konsumen memilih menggunakan MRT? Jika tujuannya karena faktor kenyamanan dan efisiensi waktu tempuh maka tarif Rp 10 ribu dinilai masih layak. Di sisi yang lain, managemen MRT Jakarta harus mengeksplorasi pendapatannya bukan hanya mengandalkan pendapatan tiket saja. Hal itu karena tidam mungkin pendapatan dari tiket mampu menutup keseluruhan biaya operasional dan apalagi investasi.
“Managemen PT MRT Jakarta harus kreatif dan cerdas untuk menggali pendapatan dari aspek komersial lainnya seperti sewa lahan, bisnis di area TOD, dan promosi atau iklan. Asal jangan iklan produk tembakau alias iklan rokok,” ungkapnya. Untuk itu, menurutnya, diperlukan optimalisasi peran MRT sebagai angkutan massal. YLKI juga mendesak Pemprov DKI, untuk melakukan rekayasa managemen trafik yang kuat dan melakukan rerouting angkutan umum, termasuk melakukan rerouting Transjakarta. “Lebih mendesak adalah melakukan pembatasan dan pengendalian penggunaan kendaraan pribadi di sepanjang koridor yang dilewati MRT. Pemprov DKI juga harus secara cepat menopang MRT dengan feeder transport (transportasi pengumpan) yang terintegrasi dengan stasiun MRT,” ungkapnya.
Sebelumnya, Pemprov DKI mengusulkan tarif MRT sebesar Rp 10 ribu dan LRT sebesar Rp 6.000. Namun, DPRD belum menyepakati besaran tarif tersebut. Jika tarif yang diusulkan tersebut disepakati, Pemprov DKI akan menggelontorkan subsidi yang sangat signifikan, bahkan lebih dari 60 persen tarif MRT dan LRT adalah tarif subsidi.
Dengan usulan tarif Rp 10 ribu per penumpang maka subsidinya sebesar Rp 21.659. Bahkan untuk LRT, dengan tarif Rp 6.000, subsidinya akan mencapai Rp 31.659. Dengan asumsi 65 ribu penumpang per hari, maka total subsidi MRT mencapai Rp 572 miliar per tahun, dan Rp 327 miliar untuk LRT.