REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Dewan Pimpinan Cabang Organda Kota Bandung, Jawa Barat menyatakan penolakannya terhadap program Car Pooling Grab to Work yang digagas oleh Dinas Perhubungan (Dishub) setempat. Menurut Wakil Ketua III DPC Organda Kota Bandung, Udin Hidayat, pengusaha angkutan umum keberatan dengan program yang melibatkan perusahaan transportasi berbasis aplikasi digital, Grab Indonesia.
Udin menyatakan, Dishub Kota Bandung tak pernah melibatkan Organda dalam perencanaan Car Pooling Grab to Work. Program yang mewajibkan ASN untuk memakai angkutan umum demi mengurangi kemacetan tersebut telah diujicobakan.
"Kami tak dilibatkan sama sekali," ujar Udin kepada wartawan, Kamis (14/3) petang.
Udin menjelaskan, jumlah angkutan Kota di Bandung ada 5.521. Jumlah tersebut ditentukan berdasarkan kajian dan sudah ditetapkan dalam perwal bersamaan dengan Damri, TMB, angkutan sekolah, dan lainnya.
"Artinya kan kalau sudah ada perwal jumlahnya tak akan bertambah, tapi program tersebut malah hanya melibatkan pemain baru berbasis digital," katanya.
Padahal, menurut Udin, keberadaan Grab tersebut belum jelas karena belum diatur oleh perwal. Udin menilai, program pemerintah yang mewajibkan ASN menggunakan angkutan umum saat pergi ke kantor sebenarnya baik.
"Tapi angkutan umumnya yang mana. Ini yang kami masalahkan. Kami mempertanyakan kenapa yang diplih Grab. Padahal ada yang sah, angkot, dan taksi kan jelas ada izinnya," katanya.
Udin pun menyayangkan sikap pemerimtah yang tidak melibatkan Organda saat meluncurkan program ini. Padahal, sejak awal Organda merupakan mitra pemerintah.
"Taksi akan semakin terpuruk. Angkot yang sekarang usahanya juga sudah berat maka akan semakin berat. Kami mengusulkan ke Dishub Jabar agar membatalkan program ini. Kami yakin Wali Kota akan bersikap bijak," paparnya.
Menuruy Udin, kalau Pemkot Kota Bandung terus melaksanakan program ini maka pengusaha angkutan umum akan dirugikan otomatis. Sejak ada angkutan online saja, pengusaha angkutan umum sudah banyak kehilangan secara ekonomi karena yang naik angkot jadi sepi.
"Tak dilaksanakan program ini pun kemacetan tinggi. Ini sangat merugikan kami dengan adanya angkutan on line banyak kerugian," katanya.
Saat ini, kata dia, keberadaan angkutan kota, sudah diujung tombak. Karena, 80 persen BPKP angkutan sudah ada dibank karena sulit membayar cicilan.
"Sekarang, 40 sampai 60 persen saja angkutan yang jalan. Sisanya tak jalan. Ini kondisi angkot do smua jalur. Ada yang jalur kurus, load factornya rendah ada kebijakan ini akan tambah hilang," paparnya.
Padahal, kata dia, satu angkutan kota bisa menggantikan 3 mobil pribadi. Jumlah kuota 5 ribu angkutan kota pun berdasarkan hasil kajian load factor jadi merupakan angka ideal. Saat ini, jalur kurus yang sepi penumpang terutama jalur di perbatasan kota. Misalnya, Gede bage-Majalaya, jalur 04 jurusan pasar kordon-Majalaya.
"Surat penolakan dari kami sudah dikirimkan ke Wali Kota Bandung dan DPRD. Kami ingin jalur resmi nggak turun ke jalan," katanya.