REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Manajer Wilayah II PT Wijaya Karya (Persero) sekaligus Manajer Divisi Operasi I PT Wijaya Karya (Persero) Tbk, I Ketut Suarbawa sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Jembatan Waterfront City atau Jembatan Bangkinang, Kabupaten Kampar, Riau tahun anggaran 2015-2016. Selain Ketut, KPK juga menjerat Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek Jembatan Waterfront pada Dinas Bina Marga dan Pengairan Kabupaten Kampar, Adnan.
"KPK telah menyelesaikan penyelidikan dengan mengumpulkan informasi dan data hingga terpenuhinya bukti permulaan yang cukup, maka KPK meningkatkan perkara ini ke tingkat penyidikan. Dalam proses penyidikan itu, KPK menetapkan dua orang sebagai tersangka," kata Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (14/3).
Saut menuturkan, diduga Adnan dan Ketut Suarbawa diduga berkolusi dalam proyek Jembatan Waterfront City atau Jembatan Bangkinang di Kabupaten Kampar tahun 2015-2016 yang menelan anggaran Rp 117,68 miliar untuk menguntungkan diri sendiri. Akibat kolusi tersebut ini, keuangan negara menderita kerugian yang ditaksir mencapai Rp 39,2 miliar.
"Diduga, dalam proyek ini telah terjadi kerugian keuangan negara setidaknya sekitar Rp 39,2 miliar dari nilai proyek pembangunan Waterfront City secara tahun jamak di tahun anggaran 2015 dan 2016 dengan total Rp 117,68 miliar," kata Saut.
Perlu diketahui, proyek Jembatan Bangkinang atau Jembatan Waterfront City merupakan salah satu dari sejumlah proyek strategis yang dicanangkan Pemkab Kampar. Adapun konstruksi perkara korupsi ini berawal pada pertengahan 2013 lalu, Adnan diduga bertemu dengan Ketut Suarbawa dan sejumlah pihak lain.
Dalam pertemuan itu, Adnan memerintahkan memberikan informasi mengenai desain jembatan dan engineer estimate kepada Ketut Suarbawa. Atas informasi tersebut, PT Wijaya Karya memenangkan lelang pembangunan Jembatan Waterfront City tahun anggaran 2013 dengan ruang lingkup pekerjaan pondasi.
"Pada Oktober 2013 ditandatangani kontrak pembangunan Jembatan Waterfront City tahun anggaran 2013 dengan nilai Rp 15.198.470.500 dengan lingkup pekerjaan pondasi jembatan dan masa pelaksanaan hingga Desember 2014," kata Saut.
Setelah kontrak tersebut, Adnan meminta pembuatan engineer estimate pembangunan Jembatan Waterfront City tahun 2014 kepada konsultan dan Ketut meminta kenaikan harga satuan untuk beberapa pekerjaan. Kongkalikong antara Adnan dan Ketut Suarbawa terkait Penetapan Harga Sendiri ini terus berlanjut hingga pelaksanaan proyek Jembatan Waterfront City secara tahun jamak yang dibiayai APBD 2015, APBD Perubahan 2015 dan APBD tahun 2016. Dari kongkalikong ini, Adnan diduga menerima fee sekitar Rp 1 miliar atau sekitar 1 persen dari nilai kontrak.
"Diduga terjadi kolusi dan pengaturan tender yang melanggar hukum yang dilakukan oleh para tersangka. KPK sangat menyesalkan korupsi di sektor infrastuktur ini terjadi, karena semestinya jembatan yang dibangun tersebut dapat dinikmati masyarakat di Kabupaten Kampar, Riau secara maksimal. Namun akibat korupsi yang dilakukan, selain ada dugaan aliran dana pada tersangka, juga terjadi indikasi kerugian negara yang cukup besar," tutur Saut.
"KPK juga menyangkangkan ketika korupsi terjadi melibatkan pejabat-pejabat yang berada pada BUMN yang mengerjakan konstruksi, dalam hal ini PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. Karena semestinya sebagai perusahaan milik negara, BUMN menerapkan prinsip kehati-hatian yang lebih dibanding sektor swasta lain dan juga seharusnya ada sikap tegas di kepemimpinan BUMN untuk menerapkan good corporate governance (GCG). Apalagi dalam proyek konstruksi, jika korupsi tidak terjadi maka masyarakat akan lebih menikmati hasil pembangunan tersebut," tambah Saut.
Atas perbuatannya Adnan dan Ketut Suarbawa disangkakan melanggar Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.