REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD meminta tidak ada lagi tudingan bahwa Komisi Pemilihan Umum (KPU) merupakan lembaga kaki tangan pemerintah. Menurut Mahfud, KPU merupakan lembaga independen bentukan DPR yang berisikan semua partai politik.
"KPU itu kan milik semua partai. Salah kalau orang menuduh KPU itu kaki tangan pemerintah. Pemerintah tidak punya akses. Yang punya akses, ya, partai-partai itu," kata Mahfud di Auditorium Universitas Negeri Padang, Kamis (14/3).
Saat ini, ramai dibicarakan mengenai persoalan daftar pemilih tetap (DPT) dan kerusakan surat suara di beberapa KPU provinsi dan kabupaten/kota. Persoalan DPT di antaranya yang mendapat sorotan adalah adanya ratusan Warg Negara Asing (WNA) yang terdaftar sebagai DPT karena mengantongi KTP-el.
Berbagai persoalan ini dinilai sebagai celah melakukan kecurangan untuk memenangkan salah satu pasangan calon presiden dan calon wakil presiden.
Mahfud menyarankan KPU sebagai lembaga independen agar transparan dalam menjelaskan kasus-kasus atau kesalahan yang terjadi menjelang Pemilu Serentak ini. Dengan demikian, ia menambahkan, tidak ada lagi tudingan KPU tidak netral.
Selain itu, Mahfud mengatakan, KPU sebaiknya langsung menjabarkan penyebab dan cara penangannya agar tidak diseret-seret ke ranah politik yang lebih luas. Mahfud membandingkan kondisi rezim orde baru dengan pemerintahan sekarang pada era demokrasi.
Pada Orde Baru, kata Guru Besar Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta itu, pemerintah secara vertikal bisa mengontrol semua lembaga di bawah. Sementara sekarang pada era demokrasi, pemerintah tidak bisa terlalu mengintervensi lembaga di bawah seperti KPU.
Dia mengatakan KPU berjalan sendiri sesuai regulasi atau Undang Undang yang dibentuk di parlemen. Mahfud mengatakan, ketika ada kesalahan dalam mekanisme dan proses penyelenggaraan harusnya, tidak menuduh pemerintah ikut campur.
"Kalau menganggap lembaga (KPU) salah ya yang salah partai-partainya sendiri. Kan partai yang buat KPU," ujar Mahfud.