REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden RI Jusuf Kalla membantah jika kebijakan Pemerintah menyetarakan gaji perangkat desa dengan pegawai negara sipil (PNS) golongan II/a dikaitkan dengan Pemilihan Presiden 2019. JK memastikan ditekennya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2019 terkait penyetaraan gaji perangkat desa baru baru ini tidak terkait dengan politik Pilpres.
JK justru mempertanyakan jika ada pihak yang mengaitkan kebijakan tersebut dengan Pilpres. "Ya kan ini kan Pilpres 5 tahun sekali, ya, emangnya mendekati Pilpres tidak boleh ada keputusan. Enggak kan?" ujar JK saat diwawancarai wartawan di Kantor Wakil Presiden, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta, Selasa (12/3).
Menurutnya, usulan penyetaraan gaji memang telah lama dipertimbangkan dan kebijakan diambil Pemerintah sesaat jelang Pilpres. Meski Pemilu, JK menegaskan, Pemerintah Jokowi-JK harus tetap berjalan dengan mengeluarkan kebijakan maupun menuntaskan program program yang belum terlaksana.
Hal tersebut termasuk kebijakan penyetaraan gaji perangkat desa yang sudah lama diusulkan. "Harusnya pemerintah tetap jalan. Bahwa waktunya mendekat ya baru proses selesai. Jadi seperti itu," ujar JK.
Menurutnya, anggaran yang digunakan untuk peningkatan gaji perangkat desa diambil dari dana desa. Namun, ia memastikan penyetaraan gaji juga diikuti kenaikan anggaran dana desa setiap tahunnya.
"Ya tentu, dana desa tentu ada tambahannya. Karena dana desa tiap tahun dana desa itu naik, jadi sesuai," kata JK.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) baru-baru ini menandatangani aturan baru yang menyetarakan gaji perangkat desa dengan pegawai negeri sipil (PNS) golongan II/a. Aturan yang dimaksud adalah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Berdasarkan siaran pers dari laman resmi Sekretariat Negara, penyetaraan gaji antara PNS golongan II/a dengan perangkat desa mempertimbangkan kinerja dan kualitas pelayanan perangkat desa. Akhirnya, pemerintah memutuskan menaikkan kesejahteraan kepala desa (kades), sekretaris desa (sekdes), dan perangkat desa lainnya melalui penyesuaian penghasilan tetap kepala desa, sekretaris desa, dan perangkat desa lainnya melalui aturan yang ditandatangani Presiden pada 28 Februari 2019 ini.
Beleid teranyar ini mengubah beberapa ketentuan dalam PP Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, sebagaimana telah diubah dengan PP Nomor 47 Tahun 2015 tentang Perubahan atas PP Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Lantas, apa saja poin PP Nomor 11 Tahun 2019 ini?
Dalam PP ini, pemerintah mengubah pasal 81 menjadi sebagai berikut:
- Penghasilan tetap diberikan kepada kepala desa, sekretaris desa, dan perangkat desa lainnya dianggarkan dalam APBDesa yang bersumber dari ADD (anggaran dana desa).
- Bupati/wali kota menetapkan besaran penghasilan tetap kepala desa, sekretaris desa, dan perangkat desa lainnya, dengan ketentuan:
- besaran penghasilan tetap kepala desa paling sedikit Rp 2.426.640,00 setara 120 persen dari gaji pokok PNS gol II/a,
- besaran penghasilan tetap sekretaris desa paling sedikit Rp 2.224.420,00 setara 110 persen dari gaji pokok PNS gol II/a,
- besaran penghasilan tetap perangkat desa lainnya paling sedikit Rp 2.022.200,00 setara 100 persen dari gaji pokok PNS gol II/a.
"Dalam hal ADD tidak mencukupi untuk mendanai penghasilan tetap minimal Kepala Desa, Sekretaris Desa, dan Perangkat Desa lainnya sebagaimana dimaksud dapat dipenuhi dari sumber lain dalam APBDesa selain Dana Desa," bunyi Pasal 81 ayat (3) PP ini.