Senin 11 Mar 2019 17:25 WIB

BMKG Sebut Bencana Banjir Akibat Aktivitas MJO

Fenomena MJO atau Madden Julian Oscillation tergolong normal di Indonesia.

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Indira Rezkisari
Sejumlah pekerja membuat tanggul dengan karung berisi pasir di tepi jalan tol Trans Jawa ruas Ngawi-Kertosono pada KM 603-604 yang sebelumnya terendam banjir di Desa Glonggong, Balerejo, Kabupaten Madiun, Jawa Timur, Ahad (10/3/2019).
Foto: Antara/Siswowidodo
Sejumlah pekerja membuat tanggul dengan karung berisi pasir di tepi jalan tol Trans Jawa ruas Ngawi-Kertosono pada KM 603-604 yang sebelumnya terendam banjir di Desa Glonggong, Balerejo, Kabupaten Madiun, Jawa Timur, Ahad (10/3/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebut bencana banjir yang akhir-akhir ini terjadi di beberapa wilayah Indonesia akibat aktivitas Madden Julian Oscillation (MJO). MJO merupakan fenomena gelombang atmosfer yang bergerak merambat dari barat Samudera Hindia ke timur.

"(Banjir terjadi) karena ada MJO. Fenomena yang normal di indonesia," kata Kepala Bagian Humas BMKG Akhmad Taufan Maulana, Senin (11/3).

Baca Juga

Ia menjelaskan, MJO merupakan fenomena gelombang atmosfer yang bergerak merambat dari barat Samudera Hindia ke timur dan dapat meningkatkan potensi curah hujan di daerah yang dilaluinya. Ketika fase basah MJO memasuki Indonesia, MJO akan memberikan pengaruh dalam meningkatkan supply uap air yang berkontribusi pada pembentukan awan-awan hujan di wilayah Indonesia bagian barat hingga tengah.

"MJO diprakirakan akan bergerak melintas wilayah Indonesia yang dapat bertahan hingga satu pekan ke depan," ujarnya.

Kondisi ini menyebabkan masuknya aliran massa udara basah dari Samudera Hindia ke wilayah Indonesia. Khususnya di Indonesia bagian Barat dan Tengah, yang membawa dampak meningkatnya potensi curah hujan di wilayah Sumatera, Kalimantan, Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara, hingga Sulawesi.

Selain MJO, BMKG yang melakukan analisis pola angin mendeteksi adanya sirkulasi siklonik di Samudera Hindia Barat Sumatera yang membentuk daerah pertemuan angin cukup konsisten di wilayah Sumatera, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Jawa. Ia menyebut wilayah-wilayah yang berpotensi hujan lebat antara lain Sumatra Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatra Selatan, Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur (Jatim).

Kemudian Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT), Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, Maluku, Papua Barat, dan Papua. Potensi hujan lebat ini diakuinya tidak menutup kemungkinan menyebabkan banjir serentak seperti yang terjadi di 15 kabupaten di Jatim kemarin terulang. "Sangat memungkinkan," ujarnya.

Selain potensi hujan lebat, ia menyebut potensi gelombang tinggi 2,5 hingga 4 meter diperkirakan terjadi di Perairan Selatan Jawa Tengah hingga Jawa Timur, Selat Bali bagian Selatan, Samudera Hindia Barat Kep. Mentawai hingga Lampung, Samudera Hindia Selatan Jawa hingga Bali. Hingga kini, ia menambahkan, BMKG masih melakukan pengamatan perubahan data.

Karena itu BMKG mengimbau kepada masyarakat agar tetap waspada  pada periode awal Maret, khususnya dampak dari potensi curah hujan tinggi yang dapat memicu bencana hidrometeorologi seperti banjir, longsor, banjir bandang, genangan, angin kencang, pohon tumbang, dan jalan licin.

"Kondisi ini dapat meningkat hingga pertengahan Maret 2019," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement