Senin 11 Mar 2019 11:09 WIB

Para Pembatik Diimbau Perhatikan Kesehatan

Rata-rata para pembatik itu memiliki waktu kerja yang konstan dalam waktu panjang

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Friska Yolanda
Kelompok Batik Tulis Berkah Lestari, yang berlokasi di Wukisari, Imogiri, Bantul.Yogyakarta
Foto: Republika/Eric Iskandarsjah Z
Kelompok Batik Tulis Berkah Lestari, yang berlokasi di Wukisari, Imogiri, Bantul.Yogyakarta

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Universitas Aisyiyah Yogyakarta melalui Policy Brief kerap mendapati masalah-masalah kesehatan yang tidak awam di tengah-tengah masyarakat. Masalah kesehatan bagi para pembatik menjadi salah satu kajian yang menarik.

Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan (Fikes) Unisa, Ali Imron mengatakan, persoalan itu kerap dipilih sebagai kajian mahasiswa-mahasiswa fisioterapi. Terlebih, profesi pembatik itu sendiri sangat akrab dengan masyarakat Yogyakarta.

Baca Juga

Selama ini, tidak sedikit ternyata keluhan-keluhan kesehatan yang disampaikan para pembatik. Kondisi itu ditemukan di sentra-sentra batik yang ada di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul.

Sebab, rata-rata para pembatik itu memiliki waktu kerja yang konstan dan dalam waktu yang panjang. Sehingga, tidak sedikit gangguan-gangguan kesehatan, utamanya fisik yang sering muncul.

"Bisa pusing, sakit pinggang, bahu ngilu," kata Ali kepada Republika.co.id akhir pekan lalu.

Selama ini, para pembatik banyak mengatasinya dengan beristirahat sejenak beberapa hari. Cara lainnya, dilakukan dengan mengonsumsi obat-obatan warung atau yang mudah didapatkan dan terjangkau harganya.

Memeriksakan diri ke klinik, puskesmas atau rumah sakit hampir tidak pernah menjadi pilihan para pembatik tradisional tersebut. Sebagian besar baru mau memeriksakan diri jika dirasa sudah cukup parah.

"Karena rata-rata pembatik pegawai harian, tidak bekerja dua hari saja misalnya, itu dampak ekonominya bagi mereka sudah luar biasa," ujar Ali.

Untuk itu, ia berpendapat, memang perlu ada semacam pelatihan-pelatihan atau sosialisasi. Agar, lanjut Ali, para pembatik yang sebagian besar sudah tidak berusia produktif itu memiliki kesadaran atas kesehatan mereka.

Unisa sendiri sudah melakukan itu melalui Policy Brief, Desa Binaan sampai penerjunan KKN. Harapannya, lebih banyak perguruan tinggi yang memiliki kepedulian membangun kesadaran kesehatan masyarakat, khususnya para pembatik. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement