REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan mengatakan, tarif Moda Raya Terpadu (MRT) ditetapkan berdasarkan penghitungan. Menurutnya, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta tidak mencari untung dalam pengoperasian moda transportasi berbasis rel MRT melalui tarifnya.
"Negara itu bukan cari untung, negara itu membangun fasilitas transportasi umum agar ongkos kemacetan dikurangi," ujar Anies di kawasan Jakarta Selatan, Jumat (8/3).
Ia menjelaskan, ada public service obligation (PSO) atau kewajiban pelayanan publik yakni subsidi untuk tarif MRT. Menurut Anies, keuntungan dari MRT Jakarta bagi Pemprov bukan dari selisih biaya operasional dan pendapatannya melainkan, Pemprov DKI bisa menekan angka kemacetan di Jakarta sehingga biaya ekonomi akibat kemacetan itu bisa dikurangi.
"Keuntungannya dari biaya ekonomi akibat kemacetan berkurang. Itulah keuntungan. Karena itu kalau swasta bangun rugi, nggak ada yang bayar. Cuma kalau negara bangun maka terjadi efisiensi ekonomi," kata Anies.
Ia memastikan, penetapan tarif MRT sesuai target sebelum pengoperasian MRT Jakarta diresmikan komersial untuk publik pada akhir Maret 2019. Saat ini, penentuan tarif masih didiskusikan dan dibahas bersama DPRD DKI Jakarta.
"Insya Allah nggak (terhambat) nanti lancar. Lancar kok, sudah dibicarakan," imbuh Anies.
Ketua Komisi C DPRD DKI Jakarta, Santoso mengatakan, Pemprov DKI sudah mengajukan tarif MRT Jakarta kepada DPRD DKI. Ia menyebut, tarif MRT diusulkan sebesar Rp 10 ribu sehingga, besaran subsidi mencapai Rp 21.659.
Sementara, ia menyebut, tarif Lintas Raya Terpadu (LRT) fase I rute Kelapa Gading-Velodrome diusulkan Rp 6.000. Kemudian jumlah subsidinya mencapai Rp 35.655.
Namun, menurut dia, besaran subsidi itu dinilai cukup tinggi. Sehingga, DPRD akan kembali mengundang PT MRT, PT LRT, dan Pemprov DKI Jakarta untuk membahas penentuan tarif moda tranportasi tersebut.
Menurut dia, subsidi dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta harus tepat sasaran bagi warga Jakarta. Sebab, Santoso mengatakan, penumpang MRT tak semuanya merupakan warga ibu kota.
"Kalau subsidi terlalu besar kan sementara yang disubsidi kan nggak semua orang Jakarta yang naik," kata dia.
Sementara, anggota Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ) Tory Darmantoro mengatakan, subsidi diperlukan untuk memastikan agar layanan transportasi umum memenuhi standar pelayanan minimum (SPM). Sebab, kata dia, kalau tidak memenuhi standar nantinya tidak terjadi perubahan budaya masyarakat menggunakan angkutan umum.
"Kalau subsidinya kecil ya bisa-bisa saja tetapi apakah kualitas pelayanan itu memenuhi standar. Kultur masyarakat tidak akan berubah karena pelayanannya tidak standar jadi subsidi itu dibutuhkan untuk itu," kata Darmantoro