REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Pemerhati gender dan akademisi program studi Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah (UMM), Tri Sulsityaningsih, mengatakan, peran perempuan di dunia kerja semakin penting. Terlebih lagi dunia termasuk Indonesia telah memasuki era industri 4.0.
Hingga saat ini, kata Tri, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) perempuan pada awal 2018 masih di bawah kalangan laki-laki. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), TPAK laki-laki sebesar 83,01 persen, sedangkan perempuan hanya 55,44 persen.
"Meski sudah lebih dari 50 persen, perempuan masih menemukan hambatan untuk mencapai kesetaraan. Hal ini terutama kesenjangan akses dan penguasaan teknologi informasi dan komunikasi antara perempuan dan laki-laki masih cukup besar," kata Tri dalam Talkshow Peringatan Hari Perempuan Internasional di UMM, belum lama ini.
Mengutip data International Telecommunication Union (ITU), menunjukan prosentase pengguna teknologi informasi dan komunikasi perempuan masih lebih rendah. Menurut Tri, faktor-faktor penghambat perempuan di negara berkembang dalam penguasaan teknologi informasi dan komunikasi itu karena pendidikan. Selanjutnya, karena keaksaraan, bahasa, waktu, biaya, norma sosial dan budaya.
Di sisi lain, Tri mengungkapkan, perempuan Indonesia sebenarnya termasuk pengguna Internet yang aktif. Namun sayangnya, mereka memiliki literasi digital yang rendah. Hal ini disebabkan oleh kurangnya pelatihan, latar belakang pendidikan yang rendah, dan lain sebagainya.
Karena hal tersebut, Tri menegaskan, perempuan sebagai partner dalam pembangunan dewasa ini harus meningkatkan kemampuannya di segala aspek. Dorongan ini termasuk dalam penguasaan teknologi informasi dan komunikasi. Pasalnya, kemampuan individu untuk bisa mengakses informasi di era digital merupakan hal penting, termasuk bagi perempuan.
"Dan berbagai usaha ini sebagai bagian dari peningkatan kapasitas perempuan agar ikut berperan secara aktif,” katanya.