REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno menantang kubu Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-KH Ma'ruf Amin untuk menyebutkan nominal dana untuk pengangguran dalam kartu prakerja. Jangan sampai, kubu pasangan nomor urut 01 mengampanyekan program itu sebagai trik agar memperoleh keuntungan elektoral.
Koordinator Juru Bicara BPN Prabowo-Sandi, Dahnil Anzar, meminta kepada kubu Jokowi-Ma'ruf Amin untuk memberikan rasionalisasi atas program kartu prakerja berupa angka atau jumlah nominal yang akan diberikan. "Dari kemarin saya tantangin, coba sebut nominalnya berapa yang dikasih ke pengangguran. Bagi saya, mohon maaf, ini melakukan trik elektoral," kata Dahnil, di Media Center Prabowo-Sandi, Rabu (6/3).
Dahnil menjelaskan, kartu prakerja hanya cocok digunakan untuk konsep negara kesejahteraan atau welfare state seperti Islandia, Swedia, Norwedia, Denmark, dan Finlandia. Ia mengatakan negara dengan konsep kesejahteraan tersebut memiliki kapasitas fiskal yang besar dengan penduduk yang kecil.
Jika diterapkan di Indonesia, dia menambahkan, kartu itu justru dapat mengakibatkan disinsentif bagi para pekerja di sektor informal. Selain itu, mantan ketua PP Pemuda Muhammadiyah itu mengkhawatirkan, jika kartu prakerja diberlakukan di Indonesia maka akan banyak pekerjaan swasta bergaji rendah memilih menjadi pengangguran untuk mendapat insentif.
"Coba bayangkan pekerjaan di sektor informal, seperti orang-orang yang bekerja di rumah tangga itu enggak digaji hanya cukup makan, tiba-tiba ada honor untuk pengangguran. Mereka akan memilih jadi pengangguran," kata dia.
Dengan demikian, Dahnil berkesimpulan, meski berpihak pada pengangguran, kartu prakerja tidak berpihak kepada pekerjaan yang memiliki gaji rendah. Ia menambahkan program tersebut tidak adil bagi pekerjaan sehingga akan menimbulkan masalah baru nantinya.
Baginya, program itu ibarat mengerjakan sesuatu yang sekunder tapi sesuatu yang primer tidak dikerjakan. "Kalau dalam Islam, enggak shalat shubuh, tetapi mau shalat dhuha," kata dia.
Menurut Dahnil, niat baik pemerintah harus didasari dengan pemahaman yang baik pula atas kebijakan yang akan diambil. Dia mengimbau agar pemerintah tidak mengorbankan biaya lainnya.
"Kalau dalam ekonomi itu ada opportunity cost. Opportunity cost ini kalau kebijakan itu diambil pasti ada cost lain yang ditinggalkan," ujarnya.