REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Mimi Kartika/Haura Hafizah/Wartawan Republika.co.id
Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan tetap berencana melepas saham PT Delta Djakarta Tbk milik Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta. Namun, rencana itu tak kunjung direalisasikan karena adanya halangan.
Menurut Anies, dana saham di perusahaan bir itu akan lebih bermanfaat apabila dijual dan uangnya digunakan untuk pembangunan Jakarta. “Dana itu jauh lebih bermanfaat bila kita gunakan untuk pembangunan bagi masyarakat kita apalagi dengan ukuran APBD kita sekarang itu menjadi kecil sekali dari situ," ujar Anies di Balai Kota, Jakarta Pusat, Selasa (5/3).
Anies menjelaskan, dana di saham PT Delta lebih bermanfaat untuk pembangunan yang bisa dirasakan warga Jakarta. Sebab, dividen atau hasil keuntungan dari saham PT Delta Djakarta menyumbang rata-rata keuntungan Rp 38 miliar setiap tahun.
Menurut Anies, PT Delta Djakarta tak banyak berubah setiap tahunnya. Ia melanjutkan, nilai dividen itu tidak seberapa jika dibandingkan dengan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta yang mencapai Rp 89 triliun pada 2019. "Nambahnya segitu-segitu juga uangnya," katanya.
Pemprov DKI sudah menanam saham di perusahaan bir sejak 1970 lalu. Rencana penjualan saham tersebut sudah dijanjikan Anies sejak kampanye Pilkada DKI Jakarta pada 2017 lalu.
Belum lama ini, ada penggabungan kepemilikan saham atas nama Pemprov DKI dan Badan Pengelola Investasi Penanaman Modal DKI Jakarta (BPIPM Jaya) sebesar 26,25 persen. Penggabungan saham itu menjadi salah satu proses untuk menjual saham Delta Djakarta.
Namun, rencana penjualan saham PT Delta Djakarta mendapat penolakan dari Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi. Anies mengatakan, akan melaporkan kepada warga ibu kota. Sebab, Ketua DPRD sebagai wakil rakyat menolak rencana pelepasan saham Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI di PT Delta Djakarta. "Kami laporkan kepada rakyat Jakarta bahwa wakil-wakil Anda ingin tetap memiliki saham bir. Biar nanti warganya juga yang ikut menyampaikan aspirasi," kata Anies.
Menurut Anies, sebagai anggota dewan perwakilan rakyat sudah sepatutnya DPRD DKI Jakarta mendengar aspirasi warga ibu kota. Ia mengatakan, akan meminta warga memberikan aspirasinya mengenai rencana penjualan saham perusahaan bir milik Pemprov DKI tersebut.
Apabila warga setuju, lanjut Anies, dia akan melapor mengenai Ketua DPRD yang tak ingin melepas saham PT Delta Djakarta. "Jadi ketika wakil rakyat tidak menyetujui, ya kami laporkan rakyat 'Ini dewan Anda ingin punya saham bir, terus ingin punya untung dari saham bir'," kata Anies.
Asisten Perekonomian dan Keuangan Sekretaris Daerah DKI Jakarta Sri Haryati mengatakan, pihaknya sedang melakukan divestasi atau pelepasan saham Pemprov DKI di PT Delta Djakarta. Ia menuturkan, pertimbangan divestasi saham itu, antara lain, melalui kajian teknis, kajian hukum, kajian bisnis, dan sebagainya.
"Kan ada beberapa kajian, kajian teknis, secara hukum, kajian bisnis, dan lain-lain kan kita lewatin itu dan itu sudah berproses semua kok," ujar Sri di gedung DPRD DKI Jakarta, Selasa (5/3).
Termasuk, lanjut Sri, melakukan pembahasan dan diskusi antara Pemprov DKI dan DPRD DKI untuk rencana pelepasan saham di PT Delta Djakarta. Ia mengaku, dalam proses divestasi tersebut, sudah sesuai aturan-aturan yang ada karena pertanggungjawabannya kepada rakyat.
"Makanya kita ketemu, kita diskusikan, tadi yang disampaikan Prasetyo akan didiskusikan dengan DPRD. Pastinya setelah ada pembahasan ada satu apa namanya, ada kesimpulannya. Kita kan eksektutif-legislatif ya pasti berdampingan," kata Sri.
Pelaksana tugas (Plt) Kepala Badan Pembinaan Badan Usaha Milik Daerah (BP BUMD) DKI Jakarta Riyadi mengatakan, pihaknya tengah melakukan kajian teknis dan kajian hukum soal saham tersebut. "Jadi, ada aturan mainnya. Mesti dikaji jangan sampai kita salah. Kemudian kajian teknis ya terkait dengan, termasuk dengan kajian hukum itu," ujar Riyadi ditemui wartawan di Balai Kota, Jakarta Pusat, Selasa (5/3).
Ia menjelaskan, kajian hukum berarti kaitannya dengan aturan di Bursa Efek Indonesia (BEI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sebab, PT Delta Djakarta merupakan perusahaan terbuka. Termasuk aturan pelepasan aset daerah di atas Rp 5 miliar yang harus melalui persetujuan DPRD DKI.
"Iya, betul Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara. Kalau ada pengalihan aset milik daerah yang lebih dari Rp 5 milliar itu harus ada persetujuan DPRD," ujar dia.
Sementara, dalam kajian teknis, lanjut Riyadi, setiap pihak yang ingin menjual saham ingin harga yang tinggi. Untuk itu, perlu juga dilakukan kajian tersebut agar waktu pelepasan saham tepat. "Pasar itu kan dinamis. Mudah-mudahan pas DKI lepas, jual, dapat harga yang paling bagus. Supaya memberikan kemanfaatan yang maksimal bagi pemerintah daerah dan masyarakat," kata dia.
Sehingga, menurut dia, uang hasil penjualan saham itu lebih maksimal untuk digunakan melayani warga Jakarta. Riyadi mengatakan, dana pelepasan saham PT Delta Djakarta Tbk akan masuk ke kas daerah Pemprov DKI.
Ia menambahkan, Pemprov DKI dalam melakukan kajian tersebut melibatkan tenaga-tenaga ahli dari pihak eksternal. Tim ahli itu di bawahi langsung BP BUMD DKI Jakarta. Namun, Riyadi tak menginformasikan mengenai waktu penyelesaian kajian pelepasan saham. Menurut dia, Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan ingin pelepasan saham PT Delta Djakarta dilakukan secepatnya.
"Target Pak Gubernur secepatnya. Mudah-mudahan kita doakan bisa cepat dieksekusi," kata dia.
Balai Kota DKI Jakarta
Penolakan ketua DPRD
Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi mengatakan bahwa saham PT Delta Djakarta tidak merugikan Pemprov DKI Jakarta. Sehingga, ia menolak rencana Pemprov DKI melepas 26,25 persen saham di PT Delta Djakarta.
Menurut Prasetio, PT Delta justru memberikan dividen bagi keuangan daerah sebesar Rp 50 miliar dalam setahun. "Salahnya Delta tuh apa sih? Saya tetap berprinsip, enggak ada yang merugikan untuk pemerintah daerah, apalagi yang dikatakan setahun dapat (dividen) Rp 50 miliar, terus mau dijual Rp 1 triliun, kita makan riba itu," kata Prasetio di Gedung DPRD DKI Jakarta, Senin (5/3).
Ia mempertanyakan alasan Anies yang ingin menjual saham tersebut. Dia meminta Anies kembali memikirkan ulang rencananya tersebut. "Orang kita enggak beli kok. Ini ibu kota loh, metropolitan, kalau itu mau dihilangkan, ya aturan keuntungannya harus jelas juga," kata dia.
Anggota DPD dari DKI Jakarta, Fahira Idris, mengatakan, keputusan menjual saham bir PT Delta Djakarta Tbk (DLTA) bukan hanya kehendak Anies Baswedan saja. Tetapi, juga kehendak sebagian besar warga DKI Jakarta yang disuarakan saat kampanye Pilkada DKI Jakarta 2017.
“Jadi, jika aspirasi dan kehendak warga ini dihalang-halangi oleh sebuah lembaga yang harusnya merealisasikan aspirasi rakyat, maka tinggal menunggu waktu saja terjadi gelombang besar penolakan saham bir,” ujarnya, Rabu (6/3).
Kemudian, ia menambahkan tidak bermaksud memperkeruh suasana tetapi menyampaikan geliat yang saat ini terjadi di tengah masyarakat terkait saham bir ini. Isu penolakan DPRD melepas saham bir ini sudah menjadi isu hangat dan percakapan warga.
“Mereka memantau isu ini. Saya harap, anggota DPRD bisa lebih bijaksana menyikapi aspirasi warga yang tidak ingin pemdanya punya saham di pabrik bir,” ujarnya.
Menurut Fahira, janji kampanye Anies-Sandi menjual kepemilikan saham Pemprov DKI di perusahan produsen bir, bukan untuk janji belaka tetapi murni hasil menyerap aspirasi dan keinginan warga Jakarta selama kampanye.
Pada masa kampanye, semua calon berkompetisi untuk memenangkan Pilkada DKI Jakarta 2017. Saat itu, hanya Anies-Sandi yang mau mendengar banyak aspirasi warga soal kepemilikan saham bir. Anies-Sandi mengerti keresahan warga dan dimanifestasikan lewat janji kampanye.
“Saya yakin semua Anggota DPRD pasti tahulah banyak aspirasi warga agar saham bir dijual saja. Jadi, jangan tutup telinga dan mata, karena ini kehendak sebagian besar warga. Maka, jangan memperhambat,” ujarnya.
Sementara itu, kalau memang yang dikhawatirkan pemasukan Pemprov DKI Jakarta akan berkurang akibat penjualan saham bir, hal ini sangat tidak mendasar dan tidak benar. Sebab, fakta memperlihatkan sejak 1970 pendapatan emiten bir tidak mengalami peningkatan signifikan dari tahun ke tahun. Selain itu, dilihat dari sisi manapun, tidak pantas sebuah organisasi pemerintahan punya saham di perusahaan minuman beralkohol.
“Jika dibanding dengan APBD DKI saat ini, sumbangan dana dari saham bir itu tidak berarti apa-apa. Maka, dana itu jauh lebih berguna bila dipakai untuk pembangunan Jakarta sehingga langsung dirasakan manfaatnya oleh warga,” ucapnya.
Fahira berharap anggota DPRD menunjukkan suaranya jika menyetujui saham bir harus dilepas dan dijual. “ Saya ingin anggota DPRD tunjukan suaranya agar warga tahu posisi kalian semua dimana,” ujarnya.
Pengamat Kebijakan Publik, Agus Pambagio, mengatakan, PT Delta Djakarta Tbk ini punya (Badan Usaha Milik Daerah) BUMD dan Tbk yang menjadi sebuah korporasi. “Pengambil keputusan tertinggi adalah rapat komisaris, RUPS namanya. Kalau RUPS bilang jual ya jual jika dia bilang tahan ya tahan. Tidak bisa di intervensi oleh siapapun,” ujarnya, Rabu (6/3).
Kemudian, secara manajemen korporasi yang bertanggung jawab tertinggi untuk memutuskan adalah dewan komisaris pada saat Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). “ Mau jual apa beli itu hanya mereka saja yang memutuskan, tidak boleh ada yang lain. Kecuali Badan Negara. Apalagi ini Tbk yang harus dilaporkan ke bursa,” ujarnya.
Pemegang saham terbesar dan komisarisnya terkait dengan gubernur. Semua keputusan ditetapkan saat rapat RUPS biasa maupun luar biasa. Sebab, PT Delta Djakarta Tbk ini korporasi.
Agus menambahkan DPR dan DPRD tugasnya hanya pengawas tidak bisa mengeksekusi. Apalagi, PT Delta Djakarta Tbk ini korporasi jadi tetap sesuai keputusan Gubernur.
Maka dari itu, lanjutnya, tidak ada gunanya jika DPRD ikut campur dan tidak perlu tahu nanti rencana dari Gubernur untuk kedepannya. “Ya, terserah gubernur dong, saat rapat dengan RUPS.Gubernur bilang jual semua atau beli semua.Terus dia ingin jual sebagian atau beli sebagian.Ya, itu keputusannya,” ujarnya.
Terkait RUPS dijelaskan dalam UUD BUMN, Korporasi, PT Pemegang Saham. Tidak ada intervensi siapapun jika RUPS sudah memutuskan. “ Ini bukan poltik yang semenana-mena tapi good goverment,” ujarnya.
Menurut Agus, jika pendapatan uang Gubernur yang dimiliki sudah cukup dan nantinya ada pembangunan apapun itu keputusan Gubernur. BUMD pemilihnya Pemprov. “ Sama aja kaya MRT, Ancol, PT Pembangunan Jaya masih banyak lagi. Intinya terserah Gubernur,” ujarnya.
Agus memberikan contoh lain, seperti garuda jual saham di pasaran. Tidak ada Presiden intervensi holding (perusahaan induk). Tidak ada urusannya apalagi meminta izin ke DPR atau DPRD. “ Tidak bisa DPR atau DPRD melarang coba baca UUD 1945 ada semua penjelasannya,” ujarnya.