REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengaku telah melakukan beberapa upaya untuk mengantisipasi awal kemarau yang bisa memicu kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Riau. Upaya itu termasuk memberikan surat edaran.
Kasubdit Tanggap Darurat BNPB Budhi Erwanto mengatakan pihaknya bisa membaca pola dimulainya kemarau. Jika kemarau sudah datang, kondisi ini memungkinkan titik api yang semakin banyak. Kemunculan titik api tersebut bisa membahayakan lahan gambut seperti di Riau yang sudah mulai kering.
"Itu sudah terbaca pola (awal kemarau)-nya. Makanya Kepala BNPB sejak jauh-jauh hari sudah ikut mengingatkan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). beliau tidak mau ambil risiko kalau sudah terjadi kebakaran baru ditangani dan memilih melakukan pencegahan dan penanganan dini terlebih dahulu," ujarnya saat dihubungi Republika, Selasa (5/3).
Ia menambahkan, BNPB juga telah membuat posko laporan karhutla terutama bagi daerah-daerah yang setiap tahun terdampak karhutla seperti Riau. Selain itu, Budhi mengklaim BNPB sudah memberikan surat imbauan siaga darurat karhutla saat kemarau ke BPBD provinsi. Utamanya yang biasa terkena menjadi daerah langganan karhutla seperti Riau, Sumatra Selatan, dan Kalimantan.
Tak hanya itu, dia menyebut BNPB juga mendorong Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) memberikan surat edaran ke para kepala daerah dan kepolisian untuk menegakkan hukum bagi pelaku karhutla. Kini, BNPB juga telah melakukan koordinasi dengan kementerian dan lembaga terkait terutama yang berkaitan dengan penanganan, pencegahan, hingga patroli wilayah.
"Ada beberapa kegiatan yang sedang berjalan, baik secara teknis maupun operasional pemdaman api melalui water bombing untuk wilayah terdampak. Kemudian teknologi modifikasi cuaca (TMC) hujan buatan juga berlanjut dan berjalan. Kepolisian juga sudah mengeluarkan surat edaran mengenai penegakan hukum untuk pelanggar yang melakukannya," ujarnya.
Budhi juga berharap daerah yang bisa menjadi tempat karhutla segera menetapkan status siaga darurat karhutla seperti di Riau dan Palembang, Sumatra Selatan. Sebab, dengan penetapan status siaga darurat artinya semua lintas sektoral seperti BPBD, Manggala Agni, kepolisian, hingga TNI mendapatkan kemudahan akses untuk memadamkan api.
"Makanya kami harapkan penetapan status siaga darurat. Kalau statusnya sudah ditetapkan oleh gubernur atau bupati setempat maka semua bantuan penanganan akan mudah digeser ke lapangan," katanya.
Sebelumnya Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memantau periode kemarau pertama akan dialami di Pesisir Sumatra bagian Tengah dan Kalimantan bagian Barat. Kepala Bagian Humas BMKG Akhmad Taufan Maulana mengatakan peta analisis hari tanpa hujan berurutan di wilayah Sumatra menunjukkan beberapa tempat di pesisir timur Aceh, Sumatra Utara terindikasi mengalami hari kering berurutan enam sampai 20 hari yang dikategorikan pendek dan menengah.
"Bahkan di Riau hari tanpa hujan kategori panjang yaitu 21 – 30 hari telah terjadi di Rangsang, Rangsang Pesisir, dan daerah Tebing Tinggi," ujarnya, Selasa (5/3).