Rabu 06 Mar 2019 01:06 WIB

DPR Minta Komitmen Pemerintah Bahas Undang-Undang

Mandeknya pembahasan RUU di parlemen karena ketidakhadiran pemerintah.

Ketua Badan Legislasi (Baleg), Supratman Andi Agtas menyampaikan keterangan pers terkait UU MD3 di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (13/2).
Foto: Republika/Febrianto Adi Saputro
Ketua Badan Legislasi (Baleg), Supratman Andi Agtas menyampaikan keterangan pers terkait UU MD3 di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (13/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Badan Legislasi DPR RI Supratman Andi Agtas meminta komitmen pemerintah dalam membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) secara bersama-sama. Sebab, ia mengatakan, dibutuhkan kemauan politik atau political will dalam menyelesaikan tugas legislasi.

"Kalau kita mau jujur, justru mandeknya pembahasan RUU di parlemen karena ketidakhadiran pemerintah. Menurut saya baru di periode pemerintahan ini, bukan karena saya dari partai opisisi. Namun, kondisinya seperti itu," kata Supratman dalam diskusi di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (5/3).

Baca Juga

Dia menjelaskan di era pemerintahan sebelumnya, Surat Presiden (Surpres) biasanya dikirimkan bersamaan dengan Daftar Inventarisir Masalah (DIM). Namun, menurut dia, saat ini tidak pernah terjadi. Justru ada RUU yang Surpres turun, tetapi tidak langsung disertai DIM.

"Misalnya, RUU tentang Pertembakauan RUU tentang ASN, dan RUU tentang Masyarakat Adat yang ada di Baleg, DIM belum ada namun Supres sudah ada dan telah aca penugasan ke Baleg untuk membahas," ujarnya.

Dia berharap mekanisme tersebut segera dibenahi pemerintah dan ide pembentukan Badan Legislasi Nasional bisa segera terwujud sehingga ada sinkronisasi dan harmonisasi terhadap RUU. Karena itu, dia menilai penyelesaian RUU merupakan kemauan politik bukan terkait kendala teknis karena dalam pembahasan RUU paling didominasi perwakilan fraksi.

"Tetapi faktanya memang beberapa UU yang kita minta untuk kita lakukan rapat kerja bersama dengan pemerintah sebagai contoh saya sampaikan tadi itu UU ASN mandek karena ketidak hadiran saudara Menpan RB dan Menkumham," katanya.

Dia mengungkapkan pembiayaan satu RUU itu sangat mahal, sehingga kalau tidak segera selesaikan maka berdasarkan UU Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. "Ini tidak bisa kita carry over karena harus mulai lagi dari awal," kata dia.

Supratman menilai kalau pembahasannya dimulai dari awal berarti pembiayaannya harus dari awal juga dan ini harus dihindari pemerintah dan DPR. "Bisa dibayangkan kalau 21 atau 23 UU yang ada di pembahasan tingkat 1 sekarang itu ternyata tidak mampu diselesaikan dalam masa sisa jabatan anggota DPR ini. Nanti seluruh biaya yang sudah dikeluarkan yang begitu besar, pada akhirnya nanti di kemudian hari diusulkan kembali maka itu akan dimulai lagi pembiayaan yang baru," ujarnya.

Karena itu, menurut dia kalau saat ini pembahasan RUU terkendala karena sebagian besar diakibatkan lemahnya koordinasi di antara pemerintah. Yaitu, bagaimana mengonsolidasikan semua yang ditugaskan melalui supres itu terhadap materi-materi akan dibahas di parlemen. 

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement