REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden RI Jusuf Kalla menghadiri acara Temu Alumni Ikatan Pendidikan dan Latihan Kepemimpinan Nasional (IKA PIMNAS) Lembaga Administrasi Negara (LAN) 2019, Selasa (5/3). Dalam kesempatan itu, JK berkesempatan membuka dialog tanya jawab dengan peserta IKA PIMNAS.
Salah satu peserta meminta JK untuk membandingkan model kepemimpinan ideal antara Presiden pertama Soeharto, Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Presiden Joko Widodo. "Menurut bapak dengan kondisi kebangsaan dan kondisi global, kepemimpinan model siapa diantara tiga presiden kita yang terbaik mimpin negeri kita lima tahun ke depan," kata peserta tersebut.
JK pun sempat berkelakar dan saat menanggapi awal pertanyaan tersebut. "Pertanyaan paling susah ini, siapa bapak Soeharto, Pak SBY, Pak Jokowi, sulit, rupanya tidak ingin membicarakan Gus Dur dan Bu Megawati," ujar JK di Auditorium Prof. Dr. Agus Dwiyanto LAN, Jalan Veteran, Jakarta Pusat.
Menurut JK, setiap presiden memiliki kekuatan dan kelemahan masing-masing. Hal ini karena model kepemimpinan presiden sesuai dengan zamannya saat itu.
Ia mencontohkan, kepemimpinan Presiden kedua RI Soeharto yang berlangsung sampai 32 tahun. Menurutnya, kepemimpinan Presiden Soeharto pada awalnya, berlangsung sangat demokratis.
Namun, kondisi itu berubah saat munculnya kepentingan-kepentingan berbeda dari kepentingan masyarakat dan munculnya nepotisme di era zaman Soeharto. "Pak Harto bisa 32 tahun mula-mula sangat demokratis, partai ada, pemilu dilaksanakan dengan baik. tapi setelah kepentingan-kepentingannya mulai berbeda dari kepentingan masyarakat, monopolitik dan banyak terjadi nepotisme, artinya keluarga masuk dalam arena proyek-proyek maka kemudian terjadi krisis," ujar JK.
Menurutnya juga, Soeharto kemudian menjadi lebih otoriter saat itu. JK menilai, sikap otoriter Presiden Soeharto itu juga umum dilakukan pemimpin negara di Asia Tenggara lainnya seperti Malaysia, Singapura, dan Filipina.
"Memang tiga pemimpin di ASEAN pada waktu itu hampir sama tipenya, Pak Harto, Mahathir (Malaysia) Lee Kuan Yew (Singapura), dan juga Marcos (Filipina), kita tahu semua mereka tegas, tetapi dua tidak terlibat melakukan nepotisme," kata JK.
Sementara era Pemerintahan SBY, JK menilai Presiden SBY menjalankan Pemerintahan dengan demokratis. Menurut JK, SBY juga berperan dalam proses transisional era reformasi ke demokratis.
"Sangat demokratis karena dialah yang dari TNI. Jadi segala proses transisional, demokrasi yang terbuka sekali, beliau sangat berperan," kata JK.
Selanjutnya, bergeser ke Pemerintahan Joko Widodo, di mana ia menjadi wakil presiden. JK menilai Jokowi juga sosok yang paling pas dan bebas dari otoriter dan nepotisme.
Menurutnya, menjadi penting untuk menghindari pemimpin yang otoriter dan lingkaran sekitarnya terlibat nepotisme. Sebab, dua sikap itu menjadi penyebab awal jatuhnya sebuah negara.
"Pak Jokowi ini pas, tidak bagian itu (otoriter) karena dia apa saja ada masalah di kabinet kita selalu rapatkan. Nepotisme juga saya kira tidak, saya yakin," kata JK.
Hal itu, JK mengatakan, juga terbukti dari keluarga Jokowi yang tidak satu pun ada di proyek Pemerintahan Jokowi-JK selama hampir lima tahun ia berkuasa. Kendati demikian, JK enggan menyimpulkan model kepemimpinan yang paling ideal diantara ketiganya.
"Jadi kesimpulan semua presiden mempunyai kekuatan dan kelemahan sendiri," kata JK.