Selasa 05 Mar 2019 07:37 WIB

Pemprov: Baru 195 Apartemen Miliki PPPSRS

Dinas Perumahan akan memberikan tiga kali surat peringatan kepada pengembang ‘nakal’.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Bilal Ramadhan
Kepala Seksi Penyelesain Sengketa Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman DKI Jakarta Jani Manan Malau memberikan paparan saat berkunjung ke Kantor Republika, Jakarta, Senin (4/3).
Foto: Republika/Prayogi
Kepala Seksi Penyelesain Sengketa Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman DKI Jakarta Jani Manan Malau memberikan paparan saat berkunjung ke Kantor Republika, Jakarta, Senin (4/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman DKI Jakarta mengatakan dari sekian banyak apartemen yang ada di Jakarta, baru terdapat 195 apartemen yang sudah memiliki Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (PPPSRS) yang sudah berbadan hukum. Dari jumlah tersebut, baru satu PPPSRS yang sudah selesai hingga tuntas mendapatkan Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta yang sesuai dengan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 132 Tahun 2018 Tentang Pembinaan Pengelolaan Rumah Susun Milik.

"Baru satu yang selesai yaitu Apartemen Taman Rasuna, yang lainnya masih proses," kata Kepala Seksi Penyelesaian Sengketa Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman DKI Jakarta, Jani Manan Malau saat berkunjung ke kantor Republika, Senin (4/3).

Dalam pergub tersebut mengatur tentang pembentukan PPPSRS yang akan mengelola rumah susun milik termasuk apartemen. Pasal 28 merinci hal-hal yang harus dilaporkan ke Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta dalam pembentuk PPPSRS hingga dapat disahkan oleh Gubernur DKI.

Ada lima poin di antaranya pembentukan struktur organisasi, penyusunan dan penetapan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, penyusunan dan penetapan Tata Tertib Kepenghunian, pemilihan pengurus PPPSRS, dan pemilihan pengawas PPPSRS.

Jani mengatakan, pergub tentang pengelolaan rumah susun salah satunya hadir untuk PPPSRS transparan dalam penggunaan anggaran. Sebab, anggaran atau dana mengelola rumah susun berasal dari iuran para pemilik atau penghuni itu sendiri.

Nantinya, lanjut Jani, apabila rumah susun yang sudah mematuhi pergub tersebut harus memberikan sistem layanan secara daring. Layanan ini harus memuat anggaran-anggaran atau pengelolaan keuangan yang dapat diakses oleh para pemilik dan penghuni rumah susun sebagai langkah transparansi.

"(Pergub) ini mengatur juga, jadi nanti PPPSRS harus ada layanan online. Jadi penghuni bisa lihat di sana," kata Jani.

Ia menyebut, pihaknya masih memberikan kesempatan waktu hingga akhir Maret 2019 ini kepada seluruh apartemen di Jakarta untuk pembentukan PPPSRS. Menurut dia, akan ada sanksi berupa sanksi administrasi hingga pencabutan pengesahan badan hukum dari PPPSRS.

"Jika 31 Maret itu tidak dilakukan, kami akan mengeluarkan surat peringatan satu, dua, tiga sampai dengan tahap pencabutan kepengurusan," imbuh dia.

Menurutnya masih banyak apartemen yang belum memiliki PPPSRS yang sudah berbadan hukum. Ia menyebutkan salah satu apartemen yang belum memiliki PPPSRS yaitu Apartemen Kalibata City di Jakarta Selatan.

Sementara itu, pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansyah mengatakan, Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan cukup baik dalam mengeluarkan pergub tersebut. Ia menilai, Anies ingin melindungi hak dan kewajiban para pemilik dan penghuni rumah susun.

"Membatasi pengembang dan P3SRS untuk tidak sewenang-wenang kepada pemilik rusun dari iuran yang mereka bayarkan," kata Trubus saat dihubungi Republika, Senin.

Menurut dia, pergub itu dapat mengurangi konflik yang selama ini muncul antara pemilik dan pengembang rumah susun maupun apartemen. Namun, kata dia, pergub tersebut memang rawan digugat karena dianggap merugikan pengembang.

Ia menilai, pengembang tidak lagi memiliki keuntungan dari apartemen atau rumah susun yang dibangunnya lagi dengan adanya pergub tersebut. "Tapi memang pergub ini rawan digugat karena dianggap merugikan pengembang karena pengembang kemudian tidak punya namanya investasi dalam tanda kutip tidak mendapatkan keuntungan lagi," jelas dia.

Untuk itu, lanjut Trubus, seharunya dibuat juga peraturan yang jelas tentang pengembang ini setelah adanya proses jual-beli. Sebab, ia mengatakan, banyak penghuni juga yang tak bisa mengurus dan mengelola apartemen maupun rumah susunnya sendiri melalui keterlibatannya di P3SRS.

Selama ini, mereka masih mengandalkan para pengembang untuk mengelolanya. Trubus mengatakan, pengelolaan seperti air bersih dan parkir masih banyak yang dikelola oleh pengembang.

"Persoalannya pemilik jumlahnya banyak siapa yang mau mengurus semuanya, pengembang yang punya kewenangan mengurus parkir, air bersih," kata Trubus.

Pakar hukum properti, Erwin Kallo mengatakan, Pergub Nomor 132 Tahun 2018 merupakan turunan dari Peraturan Menteri (Permen) Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Nomor 23/PRT/M/2018 tentang Perhimpunan Penghuni/Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Rumah Susun (P3SRS). Menurut dia, kedua peraturan ini hanya cocok berlaku untuk rumah susun sederhana milik (rusunami).

Sementara, Erwin mengatakan, pergub itu juga mengatur rumah susun komersial termasuk apartemen. Erwin melanjutkan, ada beberapa poin besar yang ia pertanyakan, di antaranya mengenai sistem pemilihan dan pembentukan P3SRS.

Ia memaparkan, disebutkan dalam pergub bahwa sistem pemilihan satu orang satu suara. Menurutnya, hal itu tidak adil karena beberapa orang memiliki beberapa unit rumah susun komersil. "Rusunami kan tidak boleh dari satu dan kedua ukurannya sama, juga disubsidi. Kalau apartemen milik 10 unit bagaimana?" kata dia.

General Manager Kalibata City Ishak Lopung mengatakan pihaknya tengah melakukan persiapan terkait proses pengalihan itu. Ishak mengatakan meminta pihak pembangunan untuk memfasilitasi pembentukan P3SRS.

"Kami sudah minta pelaku pembangunan untuk berkoordinasi lagi dengan P3SRS yang pernah mereka bentuk pada tahun 2015. Kami juga sudah bertemu dengan pihak Dinas Perumahan," kata Ishak saat dihubungi Republika beberapa waktu lalu.

Ia mengklaim pihak managemen Kalibata City sedang menyiapkan koordinasi dengan Dinas Perumahan dan pelaku pembangunan guna memenuhi ketentuan Pergub DKI No 132 tahun 2018. Ishak mengaku akan tetap mengikuti pergub tersebut.

Ia menambahkan menyesuaikan prosedur yang diminta oleh pemerintah. "Pemerintah mau minta penyesuaian Anggaran Dasar atau yang lain tetap akan kami ikuti," ujar Ishak.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement