REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU -- Lantunan suara azan terdengar syahdu menyayat hati dari halaman rumah Darlim di Blok BTM Desa Tugu Kidul Kecamatan Sliyeg Kabupaten Indramayu, Senin (4/3). Kumandang azan itu mengiringi pelepasan jenazah Luky Parikesit (13), putra dari Darlim, ke tempat peristirahatannya yang terakhir di pemakaman umum desa setempat.
Luky merupakan satu dari tiga remaja yang ditemukan meninggal karena mendaki Gunung Tampomas, Sumedang, Ahad (3/3). Sedangkan, dua korban lainnya adalah Ferdy Firmansyah (13) dan Agif Trisakti (14). Ferdy tinggal tak jauh dari rumah Luky, hanya berjarak sekitar 50 meter. Sedangkan, Agif tinggal di Desa Tugu Kecamatan Sliyeg.
Ketiga remaja itu bersahabat karib. Mereka satu sekolah di SMPN 1 Sliyeg kelas VII. Berbeda kelas tak menghalangi persahabatan di antara mereka. Tak hanya dalam kehidupan sehari-hari, mereka juga ternyata bersama saat mati. "Mereka teman seperjuangan, sahabat sehidup semati," tutur Darlim saat ditemui di rumah duka menjelang pemakaman putranya.
Jenazah ketiganya tiba di rumah duka pada Senin (4/3) sekitar pukul 02.00 WIB menggunakan mobil ambulans milik RSUD Kabupaten Sumedang. Ketiganya kemudian dimakamkan keluarga masing-masing secara terpisah di permakaman umum desa setempat siangnya.
Darlim menuturkan, sebelum berangkat mendaki Gunung Tampomas, Luky memang meminta izin kepadanya. Namun, dia melarang dengan keras karena merasa khawatir. Begitu pula dengan istrinya yang juga tidak memberikan izin kepada putranya itu untuk pergi.
"Waktu itu Luky bilangnya mau touring dengan teman-temannya, tidak bilang touring-nya ke mana, tapi saya larang," ungkap Darlim.
Namun, ternyata Luky tetap nekat berangkat diam-diam tanpa sepengetahuan dan izin kedua orang tuanya pada Sabtu (2/3) subuh. Luky bahkan membawa sepeda motor milik ayahnya. Sepeda motor itu ia gunakan untuk berboncengan tiga orang dengan kedua temannya menuju Gunung Tampomas.
Pendakian ke gunung itu merupakan pengalaman pertama bagi Luky dan Ferdy, sedangkan Agif sebelumnya sudah memiliki pengalaman mendaki gunung. Namun, untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Keinginan tiga sahabat itu menikmati alam pegunungan bersama-sama justru berakhir tragis. Mereka kembali ke rumah dalam keadaan tak bernyawa.
Darlim mengenang, ia mendapatkan firasat buruk sehari sebelum kepergian Luky. Saat dalam kondisi antara tertidur dan terbangun, dia seakan melihat ada jenazah yang dikirimkan ke rumah. Firasat itu ternyata benar adanya.
Berbeda dengan Darlim, ibu kandung Ferdy, Castuni, justru tak memiliki firasat apa pun. Namun, dia juga melarang keras saat putra bungsunya tersebut meminta izin untuk mendaki gunung. Castuni mengaku khawatir karena Ferdy belum pernah mendaki gunung. Apalagi, pendakian itu dilakukan hanya bersama teman sebayanya dan bukan merupakan kegiatan resmi sekolah.
"Kalau saja itu kegiatan sekolah, saya pasti izinkan karena ada pengawasan dari guru. Tapi, ini perginya hanya dengan temannya, jadi tidak saya izinkan," tutur Castuni yang tak henti meneteskan air mata.
Meski sudah dilarang, Ferdy tetap nekat berangkat. Kepergiannya untuk selama-lamanya itu meninggalkan duka mendalam pada keluarga dan teman-temannya.
Dihubungi terpisah, Kepala Bagian Hubungan Masyarakat dan Protokol Basarnas Jawa Barat Joshua Banjarnahor menjelaskan, ketiga remaja itu meninggal diduga akibat hipotermia. "APD (alat pelindung diri--Red) yang mereka gunakan tidak standar," ujar Joshua dalam pesan singkatnya kepada Republika.