Ahad 03 Mar 2019 16:07 WIB

Kota Bogor Masih Waspada DBD

Tingkat kelembaban yang ada berpotensi untuk penyebaran tingkat DBD.

Rep: Zainur Mahsir Ramadhan/ Red: Gita Amanda
Sejumlah pasien Demam Berdarah Dengue (DBD) menunggu mendapatkan penanganan medis di ruang Unit Gawat Darurat (UGD), Rumah Sakit Umum Daerah Cibinong, Bogor, Jawa Barat, Rabu (30/1/2019).
Foto: Antara/Yulius Satria Wijaya
Sejumlah pasien Demam Berdarah Dengue (DBD) menunggu mendapatkan penanganan medis di ruang Unit Gawat Darurat (UGD), Rumah Sakit Umum Daerah Cibinong, Bogor, Jawa Barat, Rabu (30/1/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprediksi cuaca ekstrem seperti hujan lebat dan angin kencang masih melanda Kota Bogor. Musim hujan yang masih terus melanda membuat Dinas Kesehatan Bogor meminta masyarakat tetap waspada dengan Demam Berdarah Dengue (DBD).

Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit dari Dinas Kesehatan Kota Bogor, Lindawati mengatakan bahwa perkiraan cuaca dari BMKG hingga Maret di Kota Bogor akan memengaruhi peningkatan DBD . Hal tersebut dikarenakan tingkat kelembaban yang ada berpotensi untuk penyebaran tingkat DBD. Ia menambahkan, bahwa pada dasarnya khusus bagi kota Bogor, penyebaran DBD tidak hanya terjadi di musim hujan saja, melainkan sepanjang tahun.

Baca Juga

Hal tersebut dikarenakan Bogor memiliki tingkat kelembaban yang lebih tinggi dbanding  daerah lainnya di Jabodetabek. “Setiap triwulan di tahun pertama, tingkat DBD memang menjadi waktu dengan kerentanan tertinggi. Terus kalau di daerah Jakarta atau Depok sudah mulai panas, nyamuk akan bermigrasi ke Bogor, oleh karena itu penduduk Bogor harus lebih waspada setiap waktu karena memiliki cuaca yang lebih lembab,” ujar Lindawati kepada Republika.co.id, Ahad (3/3).

Ia menambahkan bahwa pada dasarnya telur nyamuk bisa bertahan lebih dari enam bulan. Oleh karena itu ia menyarankan agar masyarakat bukan hanya menguras air dalam bak penampungan air saja, tetapi juga membersihkannya dalam rentang waktu tujuh hari sekali.

Selain itu, dengan memelihara ikan pemakan jentik, menutup penampungan air dan juga menanam tanaman pengusir nyamuk bisa menjadi alternatif dalam menjaga keluarga dari DBD .

“Siklus hidup untuk menjadi nyamuk seutuhnya adalah tujuh hari, dengan alasan itu masyarakat harus membersihkan tempat penampungan airnya, dan mengaktifkan gerakan satu rumah satu Jumantik,” ujar Lindawati. Ia juga menuturkan apabila ada anggota keluarga yang mengalami demam selama tiga hari berturut-turut maka harus mendapat pertolongan dan cek darah agar tidak berakibat fatal.

Hingga Maret mendatang selama seminggu sekali, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bogor dan pihak dari rumah sakit di Bogor berkordinasi untuk melakukan program Gerakan serentak (Gertak) Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN). Program tersebut dilakukan dengan cara menguras tempat penampungan air dengan membersihkan dindingnya, dimana nyamuk tersebut menempelkan jentik-jentik.

Linda mengatakan bahwa upaya ini adalah untuk mengurangi penyebaran dan pertumbuhan nyamuk aedes aegipty. Dimana upaya tersebut dinilainya lebih efektif daripada fogging.

Upaya program Gertak PSN dari Dinas Kesehatan tersebut dilakukan secara berkeliling dari Kantor-kantor, ke sekolah bahkan ke RT/RW dengan kordinasi dari pihak kelurahan setempat. Ia dan pihaknya terus menghimbau kepada masyarakat agar melakukan Gertak PSN seminggu sekali. Serta untuk terus menjaga kesehatan juga lingkungan, khususnya tempat penampungan air dan mengubur barang bekas. Linda menambahkan bahwa DBD adalah penyakit menular akut yang mematikan

Sebelumnya tiga hingga empat bulan terakhir di kota Bogor merupakan kenaikan gejala DBD yang tinggi di masyarakat Kota Bogor. Hal itu diutarakan oleh Kepala Sub Bagian Hukum dan Humas RSUD Kota Bogor, Taufik Rahmat. Ia mengatakan bahwa pihaknya sudah menambah personel di Instalasi Gawat Darurat dan juga menambah tempat tidur untuk pasien, serta berkordinasi dengan Dinkes Kota Bogor untuk melakukan PSN.

“Peningkatan pasien DBD ada di antara Oktober hingga Januari, tapi selama bulan februari hingga sekarang penurunannya sudah lebih dari 50 persen,” ujar Taufik kepada Republika.co.id (3/3).

Taufik menambahkan bahwa ada siklus lima tahunan dalam kasus DBD, meskipun puncaknya ada pada akhir tahun kemarin dan tidak bisa dihentikan apabila masyarakat tidak merawat lingkungannya sendiri. Oleh karena itu, ia berharap agar masyarakat Bogor selalu melakukan upaya Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement