Sabtu 02 Mar 2019 17:45 WIB

Yang Tersisa dari Pidato AHY: Presiden Kuat dan Visioner

Partai Demokrat berpendapat hakikat pembangunan adalah kesinambungan dan perubahan.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Budi Raharjo
Ketua Komando Tugas Bersama (Kogasma) pemenangan Pemilu Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
Foto: Antara/Hafidz Mubarak
Ketua Komando Tugas Bersama (Kogasma) pemenangan Pemilu Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komandan Komando Satuan Tugas Bersama (Kogasma) Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menyampaikan orasinya di Djakarta Theatre, Jakarta Pusat, pada Jumat (1/3) malam. Dalam orasinya, AHY merekomendasikan presiden Indonesia yang kuat, visioner, dan adaptif.

Tiga hal tersebut direkomendasikannya ke presiden terpilih nanti, guna dapat menjawab tantangan zaman saat ini. "Kita mengetahui, menghadapi kompleksitas tantangan global dan nasional itu, diperlukan kepemimpinan nasional yang kuat, visioner dan adaptif. Juga pemerintahan yang responsif, efektif dan rela bekerja keras," ujar AHY, Jumat (1/3).

AHY juga menyinggung tiga permasalahan yang harus diselesaikan oleh presiden terpilih nanti. Tiga permasalahan tersebut adalah pendidikan, energi, dan pangan.

"Di balik tantangan, tentunya ada peluang. Dan ini bergantung sebagian besar, pada pilihan kebijakan pemimpin dan pemerintah mendatang," ujar AHY.

Ia ingin presiden terpilih nanti dapat menyelesaikan ketiga permasalahan tersebut. Menurutnya, jika permasalahan tersebut dapat diselesaikan, Indonesia dapat berbicara banyak di tingkat internasional.

"Partai Demokrat berpendapat bahwa hakikat pembangunan adalah kesinambungan dan perubahan. Continuity and change. Yang sudah baik lanjutkan, yang belum baik perbaiki," ujar AHY.

Di samping itu, putra dari mantan presiden Susilo Bambang Yuhdoyono, turut menyayangkan munculnya konflik sosial akibat perbedaan pilihan politik itu. Menurutnya, konflik seperti itu justru menghambat Indonesia untuk semakin berkembang.

"Kalau ada riak dan dinamika, hal itu memang menjadi bagian dari demokrasi dan kebebasan itu sendiri," ujar AHY.

Ia pun berharap, perbedaan pilihan politik tidak menjadi sesuatu yang memecah belah bangsa. Karena pemilihan umum hanya berlangsung lima tahun sekali. Maka dari itu, sangat disayangkan jika ada konflik sosial karena hal tersebut.

"Dalam pemilu, tidak muncul ketegangan yang berlebihan antar kelompok pendukung, golongan, apalagi antaridentitas (SARA). Perbedaan pandangan dan pilihan politik tidak dibawa ke level pribadi atau personal," ujar AHY.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement