REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG -- Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) tak setuju dengan kritikan yang dilontarkan Komando Satuan Tugas Bersama (Kogasma) Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono dalam pidatonya pada Jumat (1/3) malam. Poin pidato AHY salah satunya adalah bahwa bila pemilu serentak berlanjut, era multipartai akan berakhir.
Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto tidak sepakat dengan pendapat AHY dalam hal berakhirnya partai politik setelah pemilu serentak, seperti yang disampaikan AHY. "Pada jalan ideologi, dan jalan sejarah yang ditempuh setiap partai itu berbeda. Kami meyakini bahwa pemilu serentak tidak akan membunuh partai politik," ujar Hasto saat melepas Rombongan Tur Amisbat di Jalan Tol Trans Sumatra, Lampung, Sabtu (2/3).
Hasto berpandangan, sistem politik Indonesia adalah ingin memperkuat sistem presidensial. Maka itu, padanan dari sistem presidential adalah multi partai sederhana, bukan partai dengan jumlah yang banyak.
Dengan demikian, lanjut Hasto nantinya akan ada konsolidasi demokrasi dari jumlah partai yang sederhana itu. Jumlah partai yang menduduki kursi di DPR akan semakin berkurang, sampai tercapai kondisi ideal tanpa membunuh partai.
"Yang menggambarkan kehidupan berbangsa, dan representasi dari masyarakat Indonesia melalui partai politik itu. Jadi kami tidak sependapat dengan hal tersebut (pemilu serentak membunuh partai)," ujar Hasto yang juga Sekretaris TKN Jokowi-Ma'ruf.
Menurut Agus dalam pidatonya Jumat (2/3) malam, Pemilihan Presiden yang dilakukan secara serentak dengan Pemilihan Legislatif tidak efektif untuk sistem politik di Indonesia. Ia mengatakan, dampak dilakukannya pemilu serentak hanya dirasakan partai pengusung utama calon presiden (capres). Partai yang tak memiliki capres tidak akan mendapatkan efek elektoral yang besar.
"Jika kondisi ini berlanjut di masa depan, bukan tidak mungkin era multipartai akan berakhir, dan menyisakan hanya dua partai besar, seperti di Amerika Serikat," kata dia dalam pidato politiknya di Djakarta Theater, Jumat (1/3).
Menurut dia, Indonesia belum siap dan juga belum tentu cocok mengadopsi sistem kepartaian model Amerika Serikat tersebut. Sistem multipartai, lanjut dia, merupakan pilihan yang paling rasional. Ia mengatakan, multipartai melambangkan kemajemukan dan latar belakang historis bangsa.