REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Kawasan lereng Gunung Merapi di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta dilanda hujan abu tipis. Sebelumnya terjadi tujuh kali lava dan awan panas Gunung Merapi pada Sabtu (2/3) pagi.
"Berdasarkan laporan dari Tim Reaksi Cepat (TRC) BPBD Sleman, akibat guguran tersebut mengakibatkan hujan abu tipis di kawasan lereng Merapi," kata Kabid Kedaruratan dan Logistik BPBD Sleman, Makwan di Sleman.
Menurut dia, hujan abu tersebut dirasakan masyarakat di Dusun Kalitengah Lor, Desa Glagaharjo, Kecamatan Cangkringan, kemudian di Kaliurang dan Turgo serta di Dusun Ngepring, Dusun Nganggring Kecamatan Pakem serta di Desa Tunggul Arum, Kecamatan Turi. "Sampai saat ini kondisi masih kondusif, dan semoga tetap aman terkendali, ayem tentrem," katanya.
Sebelumnya Bupati Sleman, Sri Purnomo menegaskan kesiapan pemerintah dalam menghadapi erupsi Gunung Merapi. Dia juga mengingatkan kepada masyarakat yang tinggal di kanan kiri Sungai Gendol.
"Sebab arahnya ke sana (Sungai Gendol) jadi masyarakat kami minta waspada," katanya.
Bupati juga meminta agar barak pengungsian disiapkan dan dicek. Agar kejadian di barak Donokerto, Turi, yang roboh temboknya akibat diterjang angin kencang tidak terjadi lagi.
"Kami juga langsung memerintahkan oraganisasi perangkat daerah (OPD) terkait untuk melakukan studi kelayakan bangunan barak pengungsian terhadap bangunan. Bila memungkinkan segera dilakukan perbaikan sehingga dapat dipakai aktivitas warga maupun untuk barak pengungsian," katanya.
Ia juga memepersilakan barak pengungsian bisa dimanfaatkan masyarakat. "Barak pengungsian jangan sampai dibiarkan kosong. Sebab kalau kosong justru tidak tahu kalau ada kerusakan," katanya.
Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) mencatat tujuh kali luncuran awan panas guguran dari Gunung Merapi di Yogyakarta pada Sabtu (2/3) pagi dengan jarak luncur maksimum 2 KM. Melalui akun Twitter resminya, BPPTKG menyebutkan tujuh kali luncuran awan panas teramati di Gunung Merapi pada pukul 4.51 WIB, 4.54 WIB, 5.03 WIB, 5.07 WIB, 5.10 WIB, 5.33 WIB dan 5.40 WIB dengan jarak luncur maksimum 2 KM.
"Awan panas guguran dan guguran lava berpotensi menimbulkan hujan abu, untuk itu warga Merapi diharap tetap tenang dan melakukan aktivitas seperti biasa, serta selalu mengantisipasi gangguan akibat abu vulkanik," tulis BPPTKG.
Sementara itu, pengamatan BPPTKG mulai pukul 00.00-06.00 WIB menyebutkan adanya aktivitas kegempaan di gunung api itu. Gempa awan panas guguran tercatat 7 kali dengan amplitudo 52-69 mm yang berlangsung 56-190 detik, gempa guguran 21 kali dengan amplitudo 3-46 mm yang berlangsung 11-93 detik dan gempa hembusan 14 kali dengan amplitudo 2-6 mm selama 11-30 detik.
Kemudian, gempa frekuensi rendah 3 kali dengan amplitudo 3-4 mm selama 9-20 detik, dan gempa hybrid 1 kali dengan amplitudo 5 mm selama 7 detik, gempa vulkanik dangkal 1 kali dengan amplitudo 53 mm selama 13 detik, dan gempa tektonik jauh dengan amplitudo 7 mm, selama 60 detik.
Menurut analisis morfologi kubah lava Gunung Merapi yang terakhir dirilis BPPTKG, volume kubah lava gunung api itu mencapai 461 ribu meter kubik dengan laju pertumbuhan 1.300 meter kubik per hari.
Kubah lava masih stabil dengan laju pertumbuhan masih rendah, rata-rata kurang dari 20 ribu meter kubik per hari.
Hingga saat ini BPPTKG masih mempertahankan status Gunung Merapi pada level II atau Waspada, dan untuk sementara tidak merekomendasikan kegiatan pendakian kecuali untuk kepentingan penyelidikan dan penelitian yang berkaitan dengan mitigasi bencana. BPPTKG mengimbau warga tidak melakukan aktivitas dalam radius tiga kilometer dari puncak Gunung Merapi.
Sehubungan dengan kejadian guguran awan panas guguran dengan jarak luncurnya semakin jauh, BPPTKG mengimbau warga yang tinggal di kawasan alur Kali Gendol meningkatkan kewaspadaan. Warga di kawasan itu juga diminta mewaspadai bahaya lahar hujan, terutama saat terjadi hujan di sekitar puncak Gunung Merapi.