REPUBLIKA.CO.ID, BANTUL -- Tahun politik dan jelang pemilu pada April nanti, kondisi politik saat ini diwarnai dengan berbagai hoaks dan ujaran kebencian. Hal inilah yang menjadi perhatian bagi mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Syafii Maarif. Menurutnya, peradaban saat ini semakin menurun.
"Banyaknya berita hoaks hingga ujaran kebencian dalam berpolitik ini mengartikan peradaban sedang merosot," kata Buya Syafii di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Jumat (1/3).
Ia menyebutkan, kondisi ini dapat membuat Indonesia terpecah hanya karena pertarungan politik. Bahkan, ia menyebut Indonesia tidak belajar dari sejarah besar perang saudara umat Islam yang terjadi setelah Nabi Muhammad SAW wafat.
Perang yang ia maksud yaitu Perang Unta pada 565 Masehi. Yang mana, perang itu terjadi karena umat yang haus akan politik dan kekuasaan.
Melihat kondisi saat ini, ia juga mengatakan Indonesia tidak belajar dari Pemilu 2014 lalu. "Politik berkotak-kotak memecah-belah Islam. Agama dijadikan sebagai senjata politik, menyeret Tuhan ke dalam kebencian serta politik kotor Pemilu. Ini sangat memprihatinkan dan sangat disesalkan," kata Syafii.
Untuk itu, ia meminta masyarakat untuk menjaga persatuan bangsa dan negara. Hal ini dilakukan dengan lebih sabar dalam berdemokrasi.
Sebab, pemilu merupakan pesta rakyat dan hanya dilakukan dalam waktu lima tahun sekali. Sehingga, jangan hanya karena Pemilu membuat negara terpecah belah.
Ia mengatakan, dengan Islam seharusnya masyarakat dapat lebih sabar dalam menghadapi setiap isu politik. Terlebih Indonesia merupakan negara demokrasi dengan mayoritas muslim.
"Jangan terlalu serius menyikapi tahun politik ini apalagi jika hanya karena berbeda pilihan. Demokrasi itu melatih kita untuk bersabar," katanya.