Jumat 01 Mar 2019 17:34 WIB

Hakim Tolak Permohonan Status JC Eni Saragih

Eni Saragih divonis enam tahun penjara dan denda Rp 200 juta.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Andri Saubani
Sidang Eni Maulani Saragih: Terdakwa kasus suap proyek pembangunan PLTU Riau-1 Eni Maulani Saragih meninggalkan ruang sidang seusai menjalani sidang dengan agenda pembacaan putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (1/3/2019).
Foto: Antara/Hafidz Mubarak A
Sidang Eni Maulani Saragih: Terdakwa kasus suap proyek pembangunan PLTU Riau-1 Eni Maulani Saragih meninggalkan ruang sidang seusai menjalani sidang dengan agenda pembacaan putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (1/3/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Majelis Hakim Pengadilan  Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakartatidak mengabulkan permohonan status justice collaborator (JC) mantan Wakil Ketua Komisi VII Eni Maulani Saragih. Dalam putusan perkara suap proyek PLTU Riau-1, majelis hakim menyatakan Eni merupakan salah satu pelaku utama dan penerimaan gratifikasi, sebagaimana perkara dalam persidangan ini.

"Menimbang bahwa terhadap permohonan JC yang diajukan oleh terdakwa Eni Maulani Saragih tersebut, belum memenuhi syarat untuk dijadikan JC," kata Hakim Anwar membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (1/3).

Dalam pertimbangannya, Eni Maulani merupakan orang yang berperan aktif dalam memfasilitasi pertemuan pertemuan antara Johanes Budisutrisno Kotjo dan Direktur Utama PLN maupun pihak lainnya demi memuluskan proyek PLTU riau 1. Karena alasan tersebut majelis hakim tidak dapat mengabulkan sebagai JC yang dimohonkan Eni.

Meskipun ditolak dalam putusannya, majelis hakim sangat mengapresiasi tindakan terdakwa dan telah mengembalikan uang.  Diketahui, Majelis Hakim menjatuhkan vonis enam tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsidier dua bulan kurungan kepada Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih. Eni juga diminta membayar uang pengganti sebesar Rp 5,087 miliar dan 40 ribu dolar Singapura. 

Eni Saragih terbukti bersalah karena menerima uang suap sebesar Rp 4,75 miliar dari pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, Johannes Budisutrisno Kotjo terkait kesepakatan kontrak kerjasama proyek PLTU Riau-1.‎ Selain itu, Eni juga terbukti telah menerima gratifikasi dari sejumlah pengusaha.

Suap yang diterima Eni tersebut agar membantu Kotjo mendapatkan proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang (PLTU) Riau 1. Proyek tersebut rencananya akan dikerjakan PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PT PJBI), Blackgold Natural Resources dan China Huadian Engineering Company Ltd yang dibawa oleh Kotjo. Eni juga berperan aktif mengadakan pertemuan antara Kotjo dan pihak-pihak terkait, termasuk Direktur Utama PLN Sofyan Basir. Hal itu dilakukan Eni untuk membantu Kotjo mendapatkan proyek PLTU.

Selain itu, Eni juga dinilai terbukti menerima gratifikasi Rp 5,6 miliar dan 40 ribu dolar Singapura. Sebagian besar uang tersebut diberikan oleh pengusaha di bidang minyak dan gas. Menurut jaksa, sebagian uang tersebut digunakan Eni untuk membiayai kegiatan partai. Selain itu, untuk membiayai keperluan suaminya yang mengikuti pemilihan bupati di Temanggung.

Adapun, selain pidana penjara, hakim juga mencabut hak politik Eni selama tiga tahun. Pencabutan hak politik ini wajib dilakukan Eni setelah menjalani masa pidana pokok.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement