Jumat 01 Mar 2019 16:53 WIB

Eni Divonis 6 Tahun Penjara dan Hak Politiknya Dicabut

Eni Maulani Saragih dinilai terbukti menerima suap terkait proyek PLTU Riau-1.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Andri Saubani
Sidang Eni Maulani Saragih: Terdakwa kasus suap proyek pembangunan PLTU Riau-1 Eni Maulani Saragih meninggalkan ruang sidang seusai menjalani sidang dengan agenda pembacaan putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (1/3/2019).
Foto: Antara/Hafidz Mubarak A
Sidang Eni Maulani Saragih: Terdakwa kasus suap proyek pembangunan PLTU Riau-1 Eni Maulani Saragih meninggalkan ruang sidang seusai menjalani sidang dengan agenda pembacaan putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (1/3/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan vonis enam tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsidier dua bulan kurungan kepada Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih. Eni juga diminta membayar uang pengganti sebesar Rp 5,087 miliar dan 40 ribu dolar Singapura. 

"Mengadili, menjatuhkan pidana enam tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsidier dua bulan kurungan," ujar Ketua Majelis Hakim Yanto saat membacakan amar putusan di ruang sidang Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (1/3).

Baca Juga

Eni Saragih terbukti bersalah karena menerima uang suap sebesar Rp 4,75 miliar dari pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, Johannes Budisutrisno Kotjo terkait kesepakatan kontrak kerjasama proyek PLTU Riau-1.‎ Selain itu, Eni juga terbukti telah menerima gratifikasi dari sejumlah pengusaha.

Suap yang diterima Eni tersebut agar membantu Kotjo mendapatkan proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang (PLTU) Riau 1. Proyek tersebut rencananya akan dikerjakan PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PT PJBI), Blackgold Natural Resources dan China Huadian Engineering Company Ltd yang dibawa oleh Kotjo. Eni juga berperan aktif mengadakan pertemuan antara Kotjo dan pihak-pihak terkait, termasuk Direktur Utama PLN Sofyan Basir. Hal itu dilakukan Eni untuk membantu Kotjo mendapatkan proyek PLTU.

Selain itu, Eni juga dinilai terbukti menerima gratifikasi Rp 5,6 miliar dan 40 ribu dolar Singapura. Sebagian besar uang tersebut diberikan oleh pengusaha di bidang minyak dan gas. Menurut jaksa, sebagian uang tersebut digunakan Eni untuk membiayai kegiatan partai. Selain itu, untuk membiayai keperluan suaminya yang mengikuti pemilihan bupati di Temanggung.

Adapun, selain pidana penjara, hakim juga mencabut hak politik Eni selama tiga tahun. Pencabutan hak politik ini wajib dilakukan Eni setelah menjalani masa pidana pokok.

Dalam putusannya, Majelis Hakim juga menolak pengajuan justice collaborator atau saksi pelaku yang bekerja sama dengan aparat penegak hukum. Dalam pertimbangannya, hakim menyatakan Eni termasuk pelaku utama dalam kasus suap PLTU Riau-1.

"Menimbang, tidak sependapat untuk memberikan justice collaborator karena tidak memenuhi pedoman penentuan saksi pelaku,” kata hakim.

Menanggapi vonis hakim tersebut, politikus Golkar ini menyatakan menerima dengan ikhlas  “Saya ikhlas menerima semua putusan ini,” ucap Eni.

Sementara JPU KPK memilih untuk berpikir-pikir terlebih dahulu apakah akan mengajukan banding. Sebelumnya, JPU KPK menuntut Eni delapan tahun penjara serta pencabutan hak politik Eni selama lima tahun.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement