REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD berharap, masyarakat saling menahan diri mendekati pelaksanaan Pemilu 2019 karena eskalasi politik makin menguat dan "sumbu makin pendek" atau emosi makin cepat tersulut. Mahfud berharap perbedaan pilihan politik tidak memicu permusuhan.
"Ini 'kan masih satu setengah bulan (menjelang Pemilu 2019), semua supaya berhati-hati, setiap harinya eskalasi makin menguat, emosi-emosi juga makin cepat tersulut, sumbu semakin pendek," kata Mahfud di sela acara Forum Desentralisasi Asimetris Indonesia (Fordais) di Yogyakarta, Kamis.
Mahfud berharap perbedaan dalam pilihan politik tidak memicu permusuhan yang berujung pada kekerasan fisik maupun psikis, seperti teror, ancaman melalui telepon, serta penyebaran hoaks atau kabar bohong. "Karena apa pun sesudah 17 April (pemungutan suara) kita harus bersatu lagi," katanya.
Hal itu disampaikan Mahfud menanggapi kericuhan yang terjadi pada hari Rabu (27/2) di Jalan Magelang, Yogyakarta, di sebelah utara Grand Pasific Hall, tempat acara "Prabowo Menyapa Masyarakat dan Purnawirawan TNI/Polri". Kericuhan diduga karena ada dua orang yang membawa spanduk Jokowi-Ma'ruf Amin saat ada konvoi sepeda motor pendukung Prabowo-Sandi. Melihat ada yang membawa spanduk Jokowi-Ma'ruf, rombongan konvoi kemudian mengejar dua orang itu.
"Soal ada orang kampanye lalu memberi alternatif lain yang kampanye nomor 01 yang dilewati bilang nomor 02, ya, tidak apa-apa juga, toh. Namanya pesta demokrasi yang penting jangan emosi dan supaya mengendalikan diri semua," kata Mahfud.
Dalam kasus kericuhan tersebut, menurut Mahfud, panitia penyelenggaranya harus bertangguang jawab. Aparat keamanan juga harus sigap untuk menjamin keamanan dan kenyamanan menjelang pemilu. "Nah, itu saya kira yang paling harus bertanggung jawab adalah penyelenggaranya untuk berkoordinasi dengan aparat keamanan setempat," kata Guru Besar Hukum Tata Negara Univeritas Islam Indonesia (UII) ini.