Kamis 28 Feb 2019 20:26 WIB

KPK: OTT Kepala Daerah Bukan Prestasi, Tapi Tragedi

Pimpinan KPK mengaku sangat prihatin atas banyaknya kepala daerah yang terjaring OTT.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata memberi keterangan pers di Gedung KPK, Jakarta, Senin (10/12/2018).
Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata memberi keterangan pers di Gedung KPK, Jakarta, Senin (10/12/2018).

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata mengatakan, bahwa kasus operasi tangkap tangan (OTT) atau penindakan kepala daerah bukan sebuah prestasi, tapi merupakan tragedi. KPK pun mengaku prihatin.

"KPK sangat prihatin ketika melakukan OTT, sebab masyarakat yang susah payah menyelenggarakan pemilihan kepala daerah, tapi di tengah jalan tertindak," ujarnya di sela rapat koordinasi dan evaluasi serta penandatanganan komitmen bersama pemberantasan korupsi terintegrasi di Jatim bersama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Kamis (28/2).

Jatim, kata dia, merupakan salah satu daerah penting yang menjadi perhatian KPK. Terlebih sebelumnya, di tingkat kabupaten/kota cukup banyak tersangka yang telah diproses di 2018 dan sebelumnya.

Ia juga menggarisbawahi banyaknya kasus korupsi yang melibatkan kepala daerah di Jatim selama kurun waktu 2014-2018. Yakni, 13 orang nomor satu di 13 pemkab/pemkot harus mendekam di balik jeruji besi mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Menurut dia, sebagian besar kasus korupsi atau 80 persennya terjadi di sektor pengadaan barang dan jasa, walaupunsebagian besar sudah melalui e-procurement, tapi kolusi masih bisa terjadi. Selain itu, penguatan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) di banyak daerah belum diberdayakan secara optimal, hanya sebatas keberadaanya, tapi kapasitas maupun jumlah auditornya tidak seimbang dengan beban tugas.

"Kepala daerah juga sering intervensi terhadap APIP dalam melakukan audit," ucap wakil ketua KPK tersebut.

Pihaknya menginginkan perekrutan inspektur harus dilakukan dengan tes uji kepatutan dan kelayakan sehingga inspektorat menjadi lembaga yang independen mengawal sampai akhir jabatan. "Bila APIP dimaksimalkan maka potensi terjadinya korupsi bisa dikurangi secara maksimal," tuturnya.

Dalam membangun sistem pengawasan, lanjut dia, yang harus diperkuat adalah komitmen pimpinan agar pelaksanaan berjenjang hingga ke bawah lebih mudah. "KPK ingin menjadi sahabat, bukan lembaga yang ditakuti. Karena beda bila kita mengikuti aturan karena takut bukan karena ingin ini bermanfaat bagi masyarakat," imbuhnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement