Kamis 28 Feb 2019 20:11 WIB

65 Profesor dan Peneliti LIPI Keluarkan Mosi tidak Percaya

Mereka pun menuntut presiden Joko Widodo memberhentikan Laksana Tri Handoko .

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Esthi Maharani
LIPI
LIPI

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sedikitnya 65 profesor riset dan peneliti utama Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengeluarkan surat pernyataan mosi tidak percaya (MTP) atas kepemimpinan Laksana Tri Handoko sebagai Kepala LIPI. Mereka pun menuntut presiden Joko Widodo memberhentikan Handoko.

Peneliti politik LIPI Hermawan Sulistyo mengatakan, mosi tidak percaya dikeluarkan para profesor riset dan peneliti utama karena Kepala LIPI mengingkari kesepakatan moratorium yang telah ditandatangani pada 8 Februari 2019, imbauan Menpan RB, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan perwakilan Komisi VII DPR.

"Kepala LIPI ternyata tidak menepati janji untuk menghentikan reorganisasi dan redistribusi sesuai dengan kesepakatan yang telah diambil kedua belah pihak dan imbauan itu," katanya saat konferensi pers MTP LIPI, di Jakarta, Kamis (28/2).

Selain alasan itu, ia menyebut ada banyak alasan mendasar mosi tidak percaya dikeluarkan. Misalnya, kepemimpinan Handoko dianggap telah merusak sistem dan tata kelola internal LIPI sehingga menyebabkan pelayanan LIPI merosot, terganggu, dan tidak berfungsi. Kemudian degradasi LIPI sebagai lembaga multifungsional termasuk produsen ilmu pengetahuan. Hal ini membuat LIPI menjadi sekadar lembaga birokrasi penelitian.

Selain itu, dia menambahkan, reorganisasi LIPI berdasarkan Perka LIPI nomor 1 tahun 2019 tentang Organisasi dan Tata Kerja LIPI telah melemahkan dan menghambat fungsi LIPI sebagai scientific authority. Mereka juga keberatan reorganisasi LIPI yang tidak mempertimbangkan karakteristik masing-masing satuan kerja.

"Simplifikasi dan generalisasi membuat hal-hal baik yang telah terbangun dari proses sebelumnya menjadi terhenti dengan arah perkembangan yang tidak jelas," ujarnya.

Para profesor dan peneliti juga keberatan dengan penghapusan UPT, pembahasan reorganisasi yang dilakukan sepihak dan sangat tertutup, penghilangan 132 eselonisasi, dan struktur organisasi yang dibentuk tidak mencerminkan fungsi yang diemban.

"Terakhir reorganisasi telah menghapus fungsi LIPI sebagai pembina peneliti di seluruh Indonesia dan parameter-parameternya. Hal itu menyebabkan kebingungan para peneliti di kementerian/lembaga dalam meniti karir sebagai peneliti," ujarnya.

Hal itulah yang dinilai membuat perkembangan LIPI semakin memburuk karena kepemimpinan yang otoriter, tidak kolegial, tidak partisipatif, dan tidak humanis. Mereka pun tidak percaya dengan kepemimpinan Handoko.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement