REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Membekali generasi muda atau mahasiswa dari ancaman infiltrasi radikalisme dan terorisme bukanlah hal yang mudah. Selain sebagai salah satu target utama kelompok radikal, kalangan terdidik muda seperti pelajar dan mahasiswa memiliki kerentanan untuk dipengaruhi.
Organisasi Mahasiswa (Ormawa) dinilai merupakan wadah yang tepat untuk menjadi mediator bagi anggotanya. “Ormawa adalah organisasi yang merepresentasikan semua fakultas yang ada di kampus. Yang dipilihkan bukan orang sembarangan. Artinya orang yang diakui yang bisa memimpin atau menjadi mediator dari teman temannya,” ungkap Kepala BNPT Komjen Pol Drs. Suhardi Alius saat memberikan pembekalan bahaya radikalisme dan terorisme pada 600 Ormawa di Universitas Diponegoro, Semarang, Jawa Tengah, Rabu (20/2).
Dengan demikian, kata Komjen Suhardi, Ormawa merupakan agen terbaik dalam mengampanyekan pesan damai di kampus. Pasalnya mereka adalah perwakilan dari masing-masing fakultas. Mereka bisa menjembatani informasi kepada anggotanya.
“600 orang ini bisa menyampaikan isu kebangsaan yang harus kita jaga dan kita rawat yang sekarang sudah tereduksi. Era digitalisasi sekarang ini kan sangat luar biasa, nilai-nilai kebangsaan mulai tereduksi, sehingga harus kita bangkitkan kembali,” kata Suhardi.
Kepala BNPT juga mengupas masalah radikalisme dan bagaimana mengidentifikasi, serta mencegah agar tidak terpapar. Ia juga mengingatkan bahwa mahasiswa adalah masa depan Indonesia yang harus kita jaga sehingga harus terbebas dari paham negatif.
Mantan Sekretaris Utama Lemhanas RI menjelaskan ada empat tahapan seseorang menjadi radikal. Pertama praradikalisasi yaitu proses awal radikalisasi individu sebelum menjadi garis keras. Keudian identifikasi diri yaitu individu mulai dimasuki ideologi radikal, lalu indoktrinasi yaitu mulai meyakini bahwa tindakan jihad dibenarkan untuk mewujudkan tujuan kelompok tersebut. Dan terakhir jihadisasi yaitu seorang individu memasuki eksekutor teror.