REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama RI Kamaruddin Amin meminta supaya tidak ada lagi perdebatan atau kesalahpahaman mengenai keputusan Kemenag memecat Hayati Syafri sebagai dosen.
Kamaruddin menyebut Hayati dipecat murni karena sanksi disiplin kepegawaian. Hayati terdata sering tidak masuk menunaikan tugas dan tanggung jawab mengajar di kampus selama izin belajar.
Hayati tidak masuk sejumlah hari yang sudah melebihi batas maksimal seorang dosen diperbolehkan izin. "Tidak ada sangkut pautnya dengan cadar. Pemecatan terhadap yang bersangkutan murni karena melanggar aturan kepegawaian," kata Kamaruddin, kepada Republika.co.id, Selasa (26/2).
Kamaruddin mengatakan, tidak benar terjadi diskriminasi terhadap Hayati yang kebetulan memang menjalankan syariat agama dengan memakai cadar. Menurutnya, tidak ada aturan di Kemenag, Dirjen Pendis dan aturan kampus yang melarang menggunakan cadar. "Tidak ada aturan Kemenag atau aturan kampus yang melarang menggunakan cadar," ucap Kamaruddin.
Kamaruddin tak menampik ada kampus yang menegur dosen atau mahasiswanya mengenakan cadar. Alasannya kata dia untuk kelancaran proses belajar mengajar. Tidak karena perbedaan ideologi atau akidah.
Sejak tahun lalu kasus Hayati Syafri ini telah menjadi sorotan dan prokontra. Kamaruddin mengimbau seluruh mayarakat agar tidak lagi gaduh memperdebatkan hal itu. Ia meminta masyarakat bijak menilai sebuah persoalan. Masyarakat, kata dia, harus memahami persoalan dengan jernih, real dan otentik agar tidak ada kesalahpahaman dan kegaduhan.
Sebelumnya diberitakan Kemenag mengeluarkan surat keputusan pemecatan terhadap Hayati sebagai dosen PNS di bawah Kemenag. Surat tersebut ditandatangani tanggal 18 Februari 2018.
Hayati diberhentikan dengan terhormat karena dianggap melanggar aturan kedisiplinan kepegawaian. Hayati diberi kesempatan banding selama 40 hari kerja sejak surat pemecatan diterima.