REPUBLIKA.CO.ID, Dunia maya heboh dengan unggahan video emak-emak melakukan kampanye dengan menfitnah Jokowi-Maruf. Video itu diunggah oleh akun @citrawida5.
Dalam video itu, dua orang emak-emak berbicara dalam bahasa Sunda mengimbau kepada seorang pria tua untuk tidak memilih pasangan Jokowi-Maruf. Sebab, jika Jokowi terpilih diisukan akan ada larangan azan di masjid-masjid, larangan penggunaan hijab bagi perempuan, serta akan ada pelegalan nikah sesama jenis.
"Moal aya deui sora azan, moal aya deui nu make tiyung. Awewe jeung Awewe meunang kawin, lalaki jeung lalaki meunang kawin (tidak ada lagi suara azan, tidak ada lagi yang pakai kerudung, perempuan dan perempuan boleh menikah, laki-laki dan laki-laki boleh menikah)," kata perempuan dalam video tersebut.
Sontak saja, video ini menuai kecaman. Kubu Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf mendesak kepolisian mengusut beredarnya dugaan kampanye hitam terhadap calon presiden (capres) nomor urut 01 itu. TKN menilai, fitnah itu akan sangat merusak iklim demokrasi untuk mendorong pemilu yang jujur dan sehat.
"Kami siap membantu aparat kepolisian untuk mendalami kasus ini," kata Juru Bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Habib Muannas di Jakarta, Selasa (26/2).
Muannas mengatakan, TKN telah membentuk tim bersama dengan relawan dan masyarakat. Dia mengungkapkan, hasil penelusuran yang dilakukan Tempat Kejadian Perkara (TKP) di sekitaran wilayah karawang timur.
Dia melanjutkan, berita bohong ini bukan delik aduan yang bisa langsung diproses pelakunya sesuai ketentuan Pasal 14 dan Pasal 15 UU No. 1 Tahun 1946 sebagaimana yang menjerat kasus Ratna Sarumpaet.
Dia mengatakan, adanya rasa kebencian dari para pelaku juga didapati dalam konten video dimana hal ini juga dilarang sesuai Pasal 4 huruf b angka 2 Jo. Pasal 16 UU No. 40 Tahun 2008 Tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.
"Saya berharap kasus ini diproses dan segera ditangani secara serius agar dapat memberikan edukasi kepada publik dan efek jera kepada pelaku," katanya.
Muannas juga mendesak kepolisian untuk mengkualifikasi video tersebut sebagai kampanye hitam bukan kampaye negatif. Dia meminta aparat berwenang untuk tidak ragu karena ini sesuai dengan instruksi Kapolri beberapa waktu lalu yang akan menindak tegas pelaku black campaign tehadap siapapun.
Polisi pun langsung mengambil tindakan. Kasubag Humas Polres Karawang AKP Marjani membenarkan bila jajarannya telah menangkap tiga perempuan yang membuat heboh tersebut. Penangkapan itu sebagai langkah preventif kepolisian. Akan tetapi, saat ini kasusnya telah dilimpahkan ke Polda Jabar.
"Mereka kita amankan pada Ahad malam. Tapi, langsung diambil alih Polda Jabar," ujar Marjani, kepada Republika.co.id, Senin (25/2).
Marjani menuturkan, ketiga ibu itu sebelumnya diduga sebagai warga Perum Gading Elok 1, Kecamatan Telukjambe Barat. Namun, setelah dikroscek ke lokasi, tidak ada emak-emak dengan wajah seperti yang tertera dalam akun @citrawida5.
Sementara itu, Ketua RW 29 Perum Gading Elok 1, Kecamatan Telukjambe Barat, Didik Kurniawan, mengatakan, tidak ada perempuan bernama Citra Wida yang tinggal di alamat itu. Rumah yang diduga dihuni oleh perempuan itu ternyata milik warga lainnya, yakni Aswandi (45 tahun).
"Di rumah itu tidak ada Citra Wida. Karena penghuninya laki-laki sejak 2014 lalu. Kemudian, kami juga tak kenal dengan perempuan yang ada di foto akun tersebut," ujar Didik.
Pada Selasa (26/2), polisi menyebutkan bahwa ketiga perempuan tersebut dijadikan tersangka. Polisi pun melakukan penahanan terhadap tiga emak-emak tersebut.
“Kasusnya sudah kami naikkan ke proses penyidikan ya, jadi sudah kita tetapkan menjadi tersangka,” kata Kabid Humas Polda Jawa Barat Kombes Trunoyudo Wisnu Andiko saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (26/2).
Penyidik kata Wisnu, juga langsung melakukan penahanan kepada tiga emak-emak tersebut. Penahanan dilakukan di Mapolres Karawang.“Sudah kami lakukan penahanan di Polres Karawang,” kata Wisnu.
Menurut Wisnu, ketiga emak-emak tersebut ditetapkan sebagai tersangka karena melakukan tindak pidana dan melanggar UU ITE dan UU No 1 tahun 46 tentang peraturan hukum pidana terkait penyebaran berita bohong. Namun, hingga berita ini diturunkan, polisi belum menyebut siapa nama dan sosok ketiga emak-emak tersebut.
Meski ini dilakukan oleh emak-emak yang mengampanyekan untuk tidak memilih Jokowi-Ma’ruf, tetapi belum ada indikasi yang mengarah bahwa ini dilakukan oleh kubu lawan. Badan Nasional Pemenangan (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno membantah, terlibatnya mereka dalam kampanye hitam yang terjadi. Juru Bicara BPN, Pipin Sopian mengatakan, pihaknya tidak menghalalkan cara seperti itu untuk menang dalam Pilpres 2019.
Hal tersebut sekaligus menanggapi adanya kampanye hitam yang dilakukan oleh tiga perempuan yang mendatangi warga dan mengtakan, jika Jokowi memenangi Pilpres 2019 maka tidak akan ada adzan dan perkawinan sejenis dilegalkan.
"Kami sejak awal mengatakan Prabowo-Sandi ingin menang berkah, bermartabat, tidak menghalalkan segala cara hukum yang menyebar hoaks," ujar Pipin di Media Center Prabowo-Sandi, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (26/2).
Terkait informasi yang mengatakan bahwa ketiganya adalah anggota Partai Emak-Emak Pendukung Prabowo-Sandiaga (PEPES), BPN mengaku akan memverifikasi hal tersebut. Namun, jika ketiga perempuan itu merupakan relawan dari Prabowo-Sandi, Pipin mempersilahkan pihak berwenang untuk memprosesnya.
"Sampai saat ini tentu tim kami sedang mengkajinya, tetapi ingin melakukan landasan dari BPN bahwa kami meminta siapapun relawan dari BPN Prabowo-Sandi untuk tetap tidak menyebarkan hoaks. Kalau melanggar itu memang konsekuensi," ujar Pipin.
Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut pun meminta, agar para penegak hukum juga tegas mementingkan azas keadilan. "Kami ingin penegak hukum berlaku adil. Para pendukung (paslon) 01 yang melakukan menyampaikan hoaks dan black campaign pada calon nomor urut 02 diproses secara hukum,” ujarnya.