REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA PUSAT -- Putusan Bawaslu Provinsi Jawa Tengah (Jateng) kepada Ganjar Pranowo dinilai rentan dijadikan kampanye negatif. Kadang kala, kampanye negatif maupun kampanye hitam digunakan tanpa memperhitungkan benar salah.
"Kasus ini mungkin dipakai untuk kampanye negatif. Kadang-kadang kampanye negatif dan kampanye hitam tidak memperhitungkan apakah fakta itu benar atau tidak. Kampanye negatif itu tafsir sendiri saja," kata Direktur Riset Populi Center Usep S Ahyar, Senin (25/2).
Ditanya soal dampak dari putusan Bawaslu kepada Ganjar Pranowo, terhadap suara Jokowi-Maruf di Jawa Tengah. Usep S Ahyar menjelaskan, bahwa mengaitkan isu keduanya masih terlalu dini untuk dilakukan sekarang. Pasalnya menurut Usep, isu tersebut masih belum pasti (debatable).
“Terlalu dini untuk mengatakan masalah ini menggerus suara Jokowi-Maruf. Apalagi pelanggarannya masih debatable,” kata Usep.
Selanjutnya, terkait faktor-faktor dapat mempengaruhi suara pemilih. Usep menambahkan bahwa faktor-faktor tersebut bergantung pada perilaku pemilih. Pemilih rasional akan menentukan pasangan calon berdasarkan program kerja ataupun visi misi. Sedangkan pemilih sosiologis atau pemilih emosional akan memilih berdasarkan kedekatan identitas tertentu.
"Faktor yang mempengaruhi pemilih tergantung pada perilaku pemilihnya. kelompok pemilih yang rasional tentu mereka akan melihat program kerja atau visi misi. Sedangkan pemilih sosiologis melihat calon yang memang menurut dia ada kedekatan atau identitas lain," kata Usep.
Menurut Usep, secara umum perolehan suara di pulau Jawa masih dimenangkan oleh pasangan Jokowi-Maruf masih unggul. Jokowi-Maruf hanya kalah di Provinsi Banten. Sedangkan untuk Jawa Tengah yang dikenal sebagai kandang banteng, suara Jokowi masih cukup kuat.
“Di Jawa rata-rata masih memillih Jokowi, mungkin hanya di Banten saja Jokowi kalah. Sedangkan di Jawa tengah, apalagi kandang banteng, Jokowi masih unggul,” kata Usep.
Sebelumnya Ganjar Pranowo melakukan deklarasi mendukung Jokowi-Maruf di Hotel Alila Solo, Sabtu 26 Januari 2019. Dalam deklarasi tersebut Ganjar mengumpulkan 31 kepala daerah di Jawa Tengah. Ganjar mengaku, bahwa deklarasi tersebut tidak menggunakan fasilitas negara, termasuk bahwa kepala daerah tersebut diundang secara pribadi.
Selanjutnya, Bawaslu Jawa Tengah mengeluarkan putusan bahwa Ganjar Pranowo tidak melakukan pelanggaran Undang-Undang Pemilu. Namun diindikasikan melakukan pelanggaran UU Pemda Nomor 9 tahun 2015, terkait netralitas kepala daerah. Bawaslu kemudian meneruskan temuan tersebut kepada Kemendagri.