REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aksi video para camat di Sulawesi Selatan (Sulsel) yang mengkampanyekan calon presiden (capres) Joko Widodo (Jokowi) dinilai salah satu bentuk dari kerawanan Pemilu 2019. Komisioner Bawaslu RI Rahmat Bagja mengatakan, pengawas pemilu sedang mendalami aksi para camat yang dimotori politikus Nasdem, Syahrul Yasin Limpo tersebut.
Menurut Bagja, sebetulnya camat merupakan Aparatur Sipil Negara (ASN). Tak ada larangan para camat mendukung salah satu capres. Yang menjadi soal menurut dia, ASN dilarang melakukan kegiatan kampanye mendukung pilihannya.
“Kita sedang mendalami itu. Seharusnya meraka (para camat) tahu bahwa ASN itu seharusnya netral,” kata dia di Jakarta, Sabtu (23/2).
Video politik berudarasi hampir tiga menit tersebar di sejumlah media. Isinya, tentang aksi 15 para camat di Sulsel yang terang menyatakan dukungan terhadap capres nomor urut 0-1, Jokowi dan Ma’ruf Amin. Dalam video tersebut, muncul sosok Yasin Limpo yang merupakan politikus dan bagian dari tim pemenangan Jokowi. Yasin Limpo, juga mantan gubernur di Makassar.
Diskusi Publik Bawaslu: Komisioner Bawaslu RI Rachmat Bagdja memyampikan paparan dalam diskusi publik di Jakarta, Sabtu (23/2).Diskusi Publik Bawaslu: Komisioner Bawaslu RI Rachmat Bagdja memyampikan paparan dalam diskusi publik di Jakarta, Sabtu (23/2).
Bagja mengatakan, Bawaslu sudah memanggil para camat tersebut agar dimintai keterangan. Namun sampai hari ini, Bawasli belum memutuskan apakah video tersebut, masuk dalam kategori pelanggaran pemilu. Namun ia mengingatkan, agar aksi-aksi serupa tak lagi terjadi di ranah ASN. Kata dia, aksi-aksi kampanye para ASN, dapat semakin memicu kerawanan yang tinggi menjelang pemilu.
Bagja pun membeberkan, wilayah Sulsel yang menjadi salah satu dari 15 provinsi dengan tingkat kerawanan pemilu tertinggi tahun ini. Sejak Pilkada 2018, wilayah tersebut distabilo merah dalam indeks kerawanan pemilu.
“Di Sulawesi Selatan ini, memang kerawanan dalam dimensi kontestasi pemilu-nya sangat tinggi,” kata dia.
Analisis Keamanan Stanislaus Riyanto, dalam diskusi 'Potensi Ancaman dan Kerawanan Pemilu Serentak 2019' menyampaikan, ASN yang tak netral, menjadi salah satu indikator dari tingginya kerawanan Pemilu 2019. Kata dia, ada minimal empat pemicu yang membuat pemilu tahun ini rawan dan berpotensi menimbulkan ancaman sosial dan politik. Salah satu pemicunya adalah ASN yang tak netral.
Selain ASN, ia pun menuntut lembaga dan penyelenggara Pemilu 2019 yang objektif dalam posisi yang netral. Tuntutan serupa juga ia tegaskan kepada Kepolisian, Tentara Nasional Indonesia (TNI), dan Badan Intelijen Negara (BIN). “Aspek-aspek kerawanan ini, hanya akan menimbulkan konflik menjelang, bahkan sampai selesai pemilu,” kata Riyanto menambahkan.