REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), memutuskan menghentikan kasus dugaan pelangggaran kampanye Menkominfo Rudiantara. Kasus tersebut dinilai tidak mematuhi unsur pidana pemilu.
"Status laporan nomor perkara 12/LP/PP/RI/00.00/II/2019 tidak dapat ditindaklanjuti," demikian bunyi putusan Bawaslu pada Jumat (22/2).
Putusan yang ditandatangani oleh Ketua Bawaslu, Abhan, itu menyatakan bahwa dugaan pelanggaran kampanye yang dilakukan oleh Rudiantara tidak memenuhi unsur pidana pemilu. "Tidak memenuhi unsur pidana pemilu," lanjut bunyi putusan tersebut.
Rudiantara sbeelumnya dilaporkan ke Bawaslu setelah beredar video interaksi Menkominfo Rudiantara dengan salah seorang ASN saat acara internal di Jakarta, Kamis (31/1) lalu. Kejadian berawal ketika Rudiantara meminta pegawai Kominfo memilih stiker sosialisasi Pemilu 2019 yang akan ditempel di kompleks kementerian tersebut. Kedua stiker stiker satu dan stiker dua memiliki warna berbeda.
Saat diminta memilih, para pegawai pun bersorak memberikan jawabannya nomor satu atau dua. Menanggapi gelagat yang menjurus itu, Menkominfo pun menegaskan bahwa pemilihan tersebut tidak ada kaitannya dengan pemilu, melainkan hanya memilih stiker.
Hasilnya, stiker nomor dua yang dipilih. Setelah itu, Menkominfo meminta seorang ASN maju untuk menjelaskan mengapa ia memilih stiker nomor dua.
Menurut keterangan resmi Kemenkominfo, ASN yang diminta maju oleh menteri mengasosiasikan nomor rancangan stiker dengan nomor urut capres pilihannya di pemilu. Media memberitakan, Rudiantara menyindir ASN itu dengan menanyakan siapa yang menggajinya. "Bu, Bu, yang bayar gaji ibu siapa sekarang ? Pemerintah atau siapa ?," Katanya.
Namun, Nurhayati sebagai pelapor dari ACTA mengatakan, tindakan Menkominfo tersebut diduga merupakan tindakan berupa pernyataan yang terkait dengan pemilu. "Karena dengan jelas (Rudiantara) mengatakan kata 'nyoblos'. Selain itu juga menanyakan kepada pegawai tersebut 'Bu, bu, yang bayar gaji ibu siapa sekarang? Pemerintah atau siapa?' Serta pernyataan 'Bukan yang keyakinan ibu?'," kata Nurhayati kepada wartawan saat ditemui di Kantor Bawaslu RI, 1 Februari lalu.
Ia menyebut, pernyataan-pernyataan tersebut merupakan imbauan atau seruan yang mengarahkan keberpihakan. Dengan menggiring pola pikir untuk tidak mencoblos pasangan calon nomor urut 02. "Karena yang menggaji bukanlah keyakinan si pegawai, namun adalah pemerintah sekarang yang notabene merupakan paslon presiden 01," imbuhnya.