REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Komisi Pemilihan Umum (KPU), mengimbau kepada pemilih yang masuk kategori daftar pemilih tambahan (DPTb) mau melalukan uji materi UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017. Uji materi yang dimaksud menyasar aturan terkait pencetakan surat suara agar pemilih DPTb bisa menggunakan hak pilihnya.
Komisioner KPU, Viryan, mengatakan pemilih DPTb terancam tidak bisa menggunakan hak pilihnya karena tidak tersedianya surat suara Pemilu 2019. "Terkait pencetakan surat suara, jadi yang di uji materi (judicial review) itu Pasal 344 ayat 2 UU Pemilu,” ujar Komisioner KPU Viryan di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (22/2).
Pasal ini menyebutkan jumlah surat suara yang dicetak sama dengan jumlah DPT ditambah dengan dua persen dari jumlah DPT sebagai cadangan, yang ditetapkan berdasarkan keputusan KPU. Pasal ini dinilai mengabaikan pemilih DPTb yang hak memilihnya dijamin oleh UUD 1945.
Menurut Viryan, pemilih DPTb merupakan pihak yang mempunyai legal standing mengajukan uji materi tersebut karena mereka adalah pihak yang terancam kehilangan hak pilihnya akibat ketentuan itu. "KPU kan sebagai penyelenggara, yang terancam hak konstitusionalnya pemilih, jadi pemilih DPTb memungkinkan untuk mengajukan itu,” tutur Viryan.
Viryan mengakui bahwa uji materi UU Pemilu ini merupakan salah satu solusi untuk mengatasi persoalan regulasi terkait pencetakan surat suara bagi pemilih DPTb. Sebab, surat suara bagi pemilih DPTb tidak diatur secara khusus dalam UU Pemilu.
Selain mengimbau uji materi UU Pemilu, kata Viryan, KPU juga mendorong opsi penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk menjamin hak pilih dari pemilih DPTb. Perppu, kata Viryan merupakan domain dari pemerintah.
“Sampai hari ini kita sudah mulai mengkomunikasikan sejak kemarin dengan pihak-pihak terkait dengan realitas yang di lapangan berdasarkan data rekapitulasi yang masuk ke KPU. Apakah opsinya Perppu atau uji materi. Kalau Perppu domain dari pemerintah dan itu adalah solusi yang tercepat. Kalau uji materi adalah domain warga negara yang hak pilihnya terancam hilang,” jelas Viryan.
Sebelumnya, Viryan mengatakan, konsentrasi dari pemilih DPTb berada di kawasan industri, perkebunan, pertambangan dan tempat pendidikan di mana banyak pekerja atau mahasiswa yang berasal dari daerah lain. Berdasarkan pendataan KPU hingga 17 Februari 2019 lalu, jumlah DPTb sebanyak 275.923 pemilih.
Jumlah ini tersebar di 87.483 TPS yang ada di 30.118 desa/kelurahan, 5.027 kecamatan, dan 496 kabupaten/kota. Jumlah tersebut kemungkinan bertambah karena rekapitulasi DPTb atau pemilih pindah memilih masih ini berlangsung hingga 17 Maret 2019.
Selain kendala surat suara, KPU juga mengalami kendala tidak diberikan akses oleh perusahaan untuk mendata karyawan yang berkerja di perusahaan dalam rangka pembuatan surat pindah memilih atau surat A5. KPU sudah mengingatkan perusahaan yang bersangkutan akan melakukan upaya hukum jika akses masih tidak diberikan. Pihak yang menghalangi orang untuk masuk dalam daftar pemilih bisa dipidanakan.