REPUBLIKA.CO.ID, PALU -- Satuan tugas (Satgas) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) terus menggenjot pembangunan hunian sementara (huntara) untuk korban gempa bumi dan tsunami di Kota Palu. Salah satu dari sejumlah wilayah di Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng), yang diterjang bencana alam pada 28 September 2018.
Pantauan di Palu, Kamis (20/2), beberapa pekerja sedang mengerjakan pembangunan huntara dan bak-bak penampungan tinja di Kelurahan Birobuli, Kecamatan Palu Selatan. Pemerintah pusat atas usulan dari tim Satgas PUPR telah memperpanjang masa transisi darurat selama dua bulan kedepan atau hingga 24 April 2019.
Dengan diperpanjangnya masa transisi darurat diharapkan pembangunan Huntara bagi para pengungsi dapat selesai tepat waktunya. Saat ini baru dapat diselesaikan sebanyak 428 unit dari 699 unit huntara yang direncanakan oleh pemerintah.
Berdasarkan data yang ada, jumlah pengungsi korban gempa bumi, tsunami dan likuefaksi di Ibu Kota Provinsi Sulteng masih bertahan di lokasi-lokasi pengungsian yang tersebar di seluruh wilayah Kota Palu mencapai 40 ribu jiwa. Salah seorang anggota DPRD Kota Palu, Yopie Alvi Kekung mendukung perpanjangan masa transisi darurat karena masih banyak pekerjaan pembangunan huntara dan sarana pendukung lainnya yang belum selesai.
Termasuk di antaranya, tambah dia masih banyak huntara yang belum ada penerangan listrik, padahal itu merupakan salah satu kebutuhan perioritas bagi para pengungsi. "Bagaimana mereka mau masuk di huntara kalau tidak ada listriknya," kata dia.
Karena itu, pemerintah memperpanjang masa transisi darurat korban bencana alam di wilayah Sulteng, termasuk di Kabupaten Sigi, Donggala yang juga merupakan daerah terdampak para bencana alam di provinsi ini. Yopie juga berharap, satgas PUPR dapat memanfaatkan perpanjangan masa transisi untuk menyelesaikan seluruh program pembangunan huntara dan sarana lainnya yang disediakan bagi korban bencana alam di Sulteng.