REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Ketua Gerakan Suluh Kebangsaan Mahfud MD menyatakan, sebagian masyarakat masih mudah termakan hoaks atau kabar tidak benar menjelang Pemilu 2019. Hal itu diutarakan Mahfud pada Dialog Kebangsaan Seri VI dengan tema "Merawat Harmoni Dan Persatuan" yang diadakan di Stasiun Solo Balapan, Rabu (20/2).
"Belum lama ini saya pulang ke Yogja dan jalan-jalan ke beberapa kampung. Ternyata di tengah masyarakat, kabar hoaks ini diterima dan dianggap sesuatu yang benar terjadi," katanya Mahfud.
Ia juga menceritakan saat beribadah ke masjid banyak orang yang bertanya mengenai kebenaran berita surat suara sebanyak tujuh kontainer yang sudah tercoblos beberapa waktu lalu." Kalau kita kan tidak percaya karena pada saat itu surat suara saja belum dicetak, tetapi ternyata di luar sana ada masyarakat yang sangat percaya mengenai isu itu," katanya.
Oleh karena itu, ia menilai sangat penting menggelar dialog kebangsaan untuk memastikan pemahaman masyarakat mengenai berbagai macam kabar yang sedang beredar. "Kami keliling untuk memastikan agar jangan begitu (mudah percaya) karena berbahaya. Pada kegiatan ini kami mengajak masyarakat untuk merawat harmoni dan persatuan bangsa dengan menjadikan Pancasila sebagai dasar ideologi negara," katanya.
Menurut dia, Pancasila sebagai ideologi negara tidak akan bisa tergantikan. Bahkan, kata Mahfud, siapa pun yang melawan Pancasila akan kalah.
"Pancasila selalu menjadi tempat kembali ketika terjadi masalah, sejak zaman Bung Karno pada saat itu berdebat dengan KH Agus Salim dan sebagainya, akhirnya berujung sepakat pada Pancasila," katanya.
Ia mengatakan, negara juga tidak akan segan untuk membasmi pihak manapun yang melawan Pancasila, seperti yang dulu pernah terjadi pada G30S/PKI. Pada kesempatan yang sama, putri sulung Abdurrahman Wahid atau Gusdur, Alissa Wahid, mengatakan saat ini hoaks mulai merajalela.
"Hoaks saat ini merupakan cara yang paling mudah untuk mengajak masyarakat untuk mendukung 'saya' dan memusuhi lawan 'saya'," katanya.
Ia menilai sentimen kebencian ini hanya untuk kepentingan lima tahunan hingga mampu melupakan kepentingan Indonesia yang jauh ke depan. Oleh karena itu, ia mengajak masyarakat untuk memilih pemimpin yang meninggalkan kebencian dan mau menatap Indonesia Emas 2045.
"Sebagai rakyat kita perlu tidak hanya meminta tetapi juga menuntut pemimpin untuk mampu memimpin dengan strategi. Harus dengan gerakan, di sinilah kita butuh pemimpin yang bernalar sehat, berbudi luhur, dan mampu menegakkan keadilan," katanya.