REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Kasus gigitan anjing yang diduga hewan penular rabies (HPR) di Pulau Sumbawa, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) terus meluas. Awalnya kasus gigitan hanya terjadi di Kabupaten Dompu, namun menjalar ke wilayah tetangganya, Kabupaten Sumbawa dan Kabupaten Bima.
Data Dinas Kesehatan (Diskes) NTB pada Selasa (19/2), untuk di Dompu, terdapat 709 warga yang digigit anjing, 702 warga sudah diberikan vaksin antirabies (VAR), 26 ekor anjing dinyatakan positif rabies, dan enam warga meninggal dunia. Sementara di Kabupaten Sumbawa, 21 warga dilaporkan digigit anjing dan seluruhnya telah diberikan VAR, enam anjing dinyatakan positif rabies, dan tidak ada korban meninggal dunia.
Kasus yang terbaru, Kabupaten Bima di mana 19 warganya dilaporkan digigit anjing dan seluruhnya telah diberikan VAR. Namun, belum ada anjing yang dinyatakan positif rabies, serta tidak ada korban meninggal dunia.
Kepala Diskes NTB Nurhandini Eka Dewi mengaku sudah mengeluarkan surat edaran nomor 443.33/33/P3KL/1/Dikes/2019 tentang kewaspadaan rabies.
"Diskes NTB bersama Kemenkes telah turun langsung melihat perkembangan kasus gigitan HPR dan berkoordinasi dengan pemerintah kabupaten dan kota di NTB untuk meminimalisir kasus gigitan HPR," ujar Eka di Mataram, NTB, Selasa (19/2).
Eka melanjutkan, BBVet Denpasar juga telah melakukan penelusuran kasus di seluruh Kabupaten Dompu (9 kecamatan) serta pengambilan sebanyak 364 sampel HPR di enam kecamatan di Dompu yaitu Kecamatan Kempo, Manggalewa, Woja, Dompu, Rasabou, dan Calabai. Eka menambahkan Diskes Kabupaten Dompu beserta puskesmas se-Dompu juga telah melakukan pendataan terhadap kasus gigitan HPR di semua wilayah kerja puskesmas.
Eka mengingatkan kepada Rumah Sakit, Puskesmas, Pustu dan Poskesdes untuk segera melaporkan jika terjadi kasus gigitan binatang yang berpotensi menimbulkan rabies ke Dinas Kesehatan, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Dompu dan Pemprov NTB. Diskes NTB, kata Eka, juga telah melakukan rapat koordinasi dengan dinas dan instansi terkait pelaksanaan vaksinasi terhadap HPR di seluruh NTB, mengintensifkan edukasi kewaspadan dan penanganan rabies, meningkatkan koordinasi antarinstansi yang memilik tupoksi terkait dengan rabies, dan melakukan pemantauan terus menerus terhadap kasus gigitan HPR pada manusia.
"Semua korban gigitan HPR harus dibawa ke pelayanan kesehatan untuk dilakukan tindakan perawatan, dicatat, dilaporkan ke dinas kesehatan setempat dalam waktu 1 x 24 jam," kata Eka.
Diskes NTB juga melakukan upaya peningkatan kemampuan petugas mengenai tata laksana pasien rabies dengan narasumber dokter spesialis syaraf dari Persatuan Dokter Ahli Syaraf Indonesia (Perdossi) NTB di wilayah terdampak rabies. Eka menyampaikan, Kemenkes telah mendistribusikan 3.609 VAR ke NTB dengan rincian 2.809 vial ke Dompu, 40 vial untuk Mataram, 10 vial RSUD NTB, 40 vial Kota Bima, 90 vial Kabupaten Bima, 50 vial Kabupaten Sumbawa, 10 vial Kabupaten Sumbawa Barat, 10 vial Kabupaten Lombok Barat, dan 20 vial Kabupaten Lombok Timur, dan 430 vial sebagai stok Pemprov NTB.
Dari 3.609 vial VAR yang dimiliki NTB, sebanyak 2.027 vial VAR telah digunakan dengan rincian 2.609 vial di Dompu, 13 vial di Mataram, 2 vial Kota Bima, 10 vial Kabupaten Bima, dan 62 vial di Kabupaten Sumbawa. Sisa VAR yang masih tersedia di NTB saat ini 1.582 vial.
Dari tiga kabupaten yang terdapat gigitan anjing, baru Kabupaten Dompu dan Sumbawa yang telah menetapkan status kejadian luar biasa (KLB), sementara Kabupaten Bima belum menetapkan status KLB.