Selasa 19 Feb 2019 09:33 WIB

Akademisi: Prabowo Terlalu Gunakan Perasaan Saat Debat

Prabowo sesungguhnya punya peluang untuk mematahkan argumentasi Jokowi.

Capres nomor urut 02 Prabowo Subianto mengikuti debat capres 2019 putaran kedua di Hotel Sultan, Jakarta, Ahad (17/2/2019).
Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
Capres nomor urut 02 Prabowo Subianto mengikuti debat capres 2019 putaran kedua di Hotel Sultan, Jakarta, Ahad (17/2/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG -- Akademisi Universitas Katolik Widya Mandira Kupang Mikhael Bataona mengatakan calon presiden RI Prabowo Subianto sesungguhnya memiliki peluang untuk mematahkan jawaban-jawaban capres Jokowi pada debat kedua Ahad (17/2) malam. Namun, hal itu tidak dilakukan oleh Prabowo.

"Prabowo sebenarnya punya peluang untuk mematahkan jawaban-jawaban Jokowi dengan mengeksplorasi program kerja Jokowi-Jusuf Kalla dalam empat tahun terakhir ini," kata Mikhael Bataona kepada Antara di Kupang, Selasa, terkait dengan sisi kelemahan Prabowo dalam debat kedua, Ahad (17/2) malam.

Baca Juga

Namun, lanjut dia, Prabowo Subianto terlalu menggunakan perasaan sehingga terkesan agak melankolis. Padahal, hukum utama dalam debat adalah tidak boleh menggunakan perasaan untuk menghadapi jawaban lawan debat. Pasalnya, perasaan bisa membuat yang bersangkutan menjadi lunak dan menyerah pada argumentasi lawan.

Dalam debat-debat Pilpres Amerika Serikat, kata dia, rasa iba dan permainan perasaan tidak dipakai dalam forum debat tersebut. Mereka saling serang secara 'brutal', bahkan hal ini diizinkan.

"Di Indonesia tidak harus seperti Amerika Serikat. Akan tetapi, minimal debat dengan tensi tinggi dan menghentak perlu dimunculkan untuk menguji sejauh mana struktur berpikir calon presiden kita," katanya.

Menurut dia, Prabowo seharusnya bisa menyerang Jokowi soal impor dan infrastruktur, termasuk tol laut dan lainnya. Namun, Prabowo terkesan terlalu permisif. Akhirnya, panggung debat menjadi sedikit hambar dengan banyaknya pengakuan dan dukungan Prabowo kepada jawaban Jokowi. 

Data numerik dan catatan kebijakan Jokowi lalu menjadi senjata mematikan. Jika Prabowo juga menguasai data, jawaban Jokowi bisa dipatahkan dan debat kedua capres akan lebih sengit.

Mikhael Bataona berpendapat bahwa Prabowo Subianto memiliki kelebihan semacam filsafat politik yang jelas. Akan tetapi, dalam mengelola negara, filsafat politik tidak cukup.

Menurut dia, seorang pemimpin butuh ide-ide praktis dan bahkan pragmatis untuk mengatasi masalah setiap hari, setiap minggu, setiap bulan, dan setiap tahun.  "Tidak hanya tentang strategi untuk 10 dan 50 tahun, tetapi juga bagaimana menghadapi everyday politic' seperti bagaimana ekonomi bekerja, pasar bergejolak, seperti supply and demand yang berkaitan dengan beras, cabai, telur, gula, dan lain-lain," katanya.

Ia menekankan, "Inilah kelemahan narasi besar yang hanya berpatok pada keagungan filsafat politik dan mengabaikan hal-hal teknis dan operasional dalam mengelola negara."

Sebaliknya, kata Mikhael Bataona, Jokowi justru tampil sebagai antitesis Prabowo dengan tampil penuh percaya diri. Jokowi mengajukan data dan fakta dengan sesekali melakukan serangan secara terukur kepada Prabowo.

Direktur Materi dan Debat BPN, Sudirman Said menyatakan, meski 'diserang' oleh Jokowi, Prabowo tifak akan merasa perlu melakukan balasan. Justru, kata Sudirman, sikap Prabowo yang santai saat diserang oleh Jokowi semakin menunjukkan sifat kenegaraan Prabowo.

"Kok Pak Prabowo bisa begitu sangat rileks ketika diserang hal pribadi sekalipun, Ya karena itulah aslinya Pak Prabowo orang yang betul-betul masuk ke politik ini dengan niat mengabdi niat memberi sesuatu bukan niat semata-mata memperoleh kekuasaan," ujar Mantan Menteri ESDM era Jokowi ini.

Dewan Pengarah BPN Fadli Zon menyampaikan, Prabowo sebenarnya bisa saja menyerang balik personal Jokowi. Namun, kata Fadli, Prabowo memilih menahan diri karena Prabowo disebutnya menghargai personalitas capresnlain.

"Karena ini menyangkut masalah kehormatan sebagai capres. Dan sangat menghargai. Saya mengenal beliau dari dulu juga selalu misalnya menghormati presiden-presiden terdahulu," kata politikus Gerindra itu.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement