REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) menanggapi adanya perbedaan data impor pangan yang dipaparkannya saat debat capres pada Ahad (17/2) malam dengan data dari Badan Pusat Statistik (BPS). Ia pun menegaskan, data-data yang disampaikannya tersebut berasal dari Kementerian dan Lembaga dan bukan karangannya.
"Dari data BPS yang saya terima di 2018 itu sudah surplus 2,8 juta ton, tolong konfirmasi ke BPS. Jadi kita itu datanya data dari kementerian, dari lembaga, bukan ngarang sendiri, bukan ngarang-ngarang itu," tegas Presiden, dikutip dari laman Setkab, Selasa (19/2).
Lebih lanjut, ia menyampaikan jika data tersebut tak sesuai dengan data BPS, Presiden memperkirakan kemungkinan kuota impor yang diberikan tidak akan terealisasi. "Ya coba dicek saja, bisa saja itu kuota tapi tidak terealisasi. Tolong dicek, dicek lapangan. Wong kita ini menyampaikan data dari kementerian, bukan karangan saya sendiri,” kata dia.
Ia mencontohkan data yang berkaitan dengan impor jagung. Menurut data dari Menteri Pertanian dan Menteri Perdagangan, kata dia, jumlah impor pada 2018 mencapai 180 ribu ton dan jumlah ekspor mencapai 380 ribu ton.
Sementara itu, terkait impor beras yang dilakukan pemerintah meskipun produksi beras berlebih, Jokowi menjelaskan impor dilakukan untuk cadangan strategis. Selain itu, impor juga dilakukan untuk hal-hal yang bersifat darurat karena bencana serta antisipasi jika terjadi gagal panen dan hama.